PANCASILA

Dalam Bab ini Anda akan mempelajari mengenai latar belakang Pendidkan Pancasila di Perguruan Tinggi Umum; Landasan Pendidikan Pancasila; Tujuan Pendidikan Pancasila; Pancasila sebagai Dasar dan Etika kehidupan berbangsa dan bernegara; serta Pendidikan Pancasila sebagai dasar nilai dan pedoman berkarya bagi lulusan Mercu Buana.




PANCASILA




1.PENDAHULUAN


        Setelah rezim Orde Baru runtuh tahun 1998, Pancasila juga ikut tersingkir dari kehidupan masyarakat dan dunia pendidikan. Dasar negara ini tidak lagi diajarkan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah wajib dan tersendiri di sekolah-sekolah baik di tingkat pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Pancasila justru diintegrasikan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

        Tersingkirnya Pancasila dari realitas sosial dan dunia pendidikan pada dasarnya disebabkan oleh cara pandang yang kurang tepat, yaitu pandangan yang mengidentikkan Pancasila dengan Orde Baru. Logika sederhana yang dibangun masyarakat : Kalau Orde Baru runtuh, maka Pancasila pun harus ditinggalkan. De facto dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, landasan negara itupun disingkirkan baik sebagai syarat bagi penerimaan pegawai negeri maupun dalam dunia pendidikan.

        Setelah sepuluh tahun Pancasila tersingkir, Indonesia mengalami dampaknya, yaitu banyak mahasiswa yang aktif dalam organisasi-organisasi yang justru mengajarkan antinasionalisme dan sektarianisme (diskriminasi atau kebencian yang muncul akibat 
perbedaan di antara suatu kelompok).

        Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Era Reformasi, belum terlihat jelas upaya mewujudkan nilai-nilai Pancasila secara sungguh-sungguh.Segala kegagalan dalam rangka mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan, disebabkan tidak adanya kesungguhan mewujudkan pembangunan yang mengacu pada nilai-nilai visioner Pancasila. 

Sadar atau tidak sadar, Pancasila mempunyai fungsi integratif yang menjamin kesatuan negara Indonesia yang pluralistik karena berfungsi menyatukan masyarakat dan wilayah nusantara yang begitu luas dengan berbagai latar belakang suku, budaya, bahasa, dan agama.

        Gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin menunjukkan gejala yang menggembirakan. Forum-forum ilmiah di berbagai tempat telah diselenggarakan baik oleh masyarakat umum maupun kalangan akademisi. Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkanempat pilar berbangsa (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). Memang ada perdebatan tentang istilah pilar tersebut, karena selama ini dipahami bahwa Pancasila adalah dasar negara, namun semangat untuk menumbuh kembangkan lagi Pancasila perlu disambut dengan baik.

        Sejak tahun 2012, pemerintah menyadari dampak negatif itu sebagai ancaman bagi keberlangsungan bangsa dan negara, maka diambil kebijakan untuk mengembalikan Pancasila sebagai mata kuliah wajib di pendidikan tinggi melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012, tentang Pendidikan Tinggi pasal 35 ayat 3, Pancasila dimasukkan sebagai mata kuliah wajib dalam kurikulum seluruh Pendidikan Tinggi, termasuk di Universitas Mercu Buana. Undang-undang tersebut secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan kurikulum nasional setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia. Apabila dilakukan jajak pendapat dikalangan mahasiswa biasanya mereka cenderung tidak menyukai empat mata kuliah yang dikenal sebagai Mata Kuliah Kepribadian (MPK) ini.

        Beberapa alasannya adalah pertama, mata kuliah ini bukan mata kuliah sesuai dengan bidang studi merekakeduamaterinya tidak up to datehanya mengulang apa yang pernah mereka dapatkan di jenjang pendidikan sebelumnya, ketigametode pembelajarannya yang tidak variatif dan inovatif sehingga menimbulkan kebosanan.

        Alasan yang pertama perlu diberikan penjelasan kepada mahasiswa bahwa mempelajari ilmu sesuai dengan bidangnya saja tidaklah cukup untuk bekal ketika mereka lulus kuliah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% keberhasilan seseorang tidak ditentukan pada penguasaan bidang ilmunya, namun pada kepribadiannya. Dengan menyadari pentingnya kepribadian ini diharapkan mahasiswa lebih tertarik pada mata kuliah ini.

        Alasan kedua yaitu materi tidak up to date sebenarnya hal ini lebih terkait dengan masalah SDM (dosen pengampu). Bahan-bahan pendukung perkuliahan yang terkait dengan Pancasila sangat banyak. Tulisan dalam jurnal, majalah, buku maupun internet sangat mencukupi untuk digunakan sebagai bahan ajar. Persoalan sebenarnya juga tidak dapat ditimpakan sepenuhnya kepada dosen karena realitas di lapangan jumlah dosen Pancasila sangat terbatas, sehingga yang terjadi satu dosen dapat mengajar banyak kelas atau dosen yang tidak berkompeten mengajar Pancasila. Persoalan materi terkait pula dengan metode pembelajaran yang berujung pada SDM juga.

        Keberadaan Rancangan Pembelajaran Pendidikan Pancasila ini tentunya sangat penting untuk memberikan panduan umum tentang bagaimana mengajarkan Pancasila kepada mahasiswa. Rancangan ini sudah memilahkan antara Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan yang sebelumnya dijadikan satu, sehingga memperjelas pokok bahasan apa saja yang perlu disampaikan kepada mahasiswa terkait dengan Pendidikan Pancasila ini.


A.DASAR-DASAR PENDIDIKAN PANCASILA

1.Dasar Filosofis

        Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar pada paham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak-hak individu; sementarakomunisme berakar pada paham sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda.Paham individualisme melahirkan negara-negara kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sementara paham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter dengan tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga pemilik kapital.

        Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai penjaga keseimbangan(margin of appreciation) antara dua ideologi dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan masyarakat diakui secara proporsional

        Rumusan tentang Pancasila tidak muncul dari sekedar pikiran logis-rasional, tetapi digali dari akar budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Maka Bung Karno hanya mengaku diri sebagai penggali Pancasila, karena nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila itu diambil dari nilai-nilai yang sejak lama hadir dalam masyarakat Nusantara. Oleh karena itulah Pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar filsafat (philosophische grondslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri bangsa (innerself of nation), dan menjadi cara hidup (way of life) bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dengan demikian nilai-nilai dalam Pancasila merupakan karakter bangsa, yang menjadikan bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikan Pancasila perlu karena dengan cara itulah karakter bangsa dapat lestari, terpelihara dari ancaman gelombang globalisasi yang semakin besar.


2. Dasar Sosiologis

        Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 kelompok etnik /suku bangsa yang tersebar dilebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktekkan Pancasila karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan obyektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.

        Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologiPancasila bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965, untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi pemersatu Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.



3. Dasar Yuridis

        Pancasila sebagai norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

        Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.

        Nilai-nilai Pancasila dari segi implementasi terdiri atas nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai dasar ini terdapat pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, dan Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai dasar tersebut harus dijabarkan konkrit dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, bahkan pada semua peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.

        Peraturan perundang-undangan ke tingkat yang lebih rendah pada esensinya adalah merupakan pelaksanaan dari nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sehingga perangkat peraturan perundang-undangan tersebut dikenal sebagai nilai instrumental Pancasila. Jadi nilai instrumental harus merupakan penjelasan dari nilai dasar; dengan kata lain, semua perangkat perundang-undangan haruslah merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.

 

        Para penyusun peraturan perundang-undangan (legal drafter) di lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat hingga daerah adalah orang-orang yang bertugas melaksanakan penjabaran nilai dasar Pancasila menjadi nilai-nilai instrumental. Mereka ini, dengan sendirinya, harus mempunyai pengetahuan, pengertian dan pemahaman, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan yang baik terhadap kandungan nilai-nilai Pancasila. Sebab jika tidak, mereka akan melahirkan nilai-nilai instrumental yang menyesatkan rakyat dari nilai dasar Pancasila. 

        Jika seluruh warga bangsa taat asas pada nilai-nilai instrumental, taat pada semua peraturan perundang-undangan yang betul-betul merupakan penjabaran dari nilai dasar Pancasila, maka sesungguhnya nilai praktis Pancasila telah terwujud pada setiap warga. Pemahaman perspektif hukum seperti ini sangat strategis disemaikan pada semua warga negara sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya, termasuk pada para penyusun peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran, bahkan keharusan, jika Pancasila disebarluaskan secara massif antara lain melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal.

        Penyelenggaraan pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi lebih penting lagi karena Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan yang melahirkan intelektual-intelektual muda yang kelak menjadi tenaga inti pembangunan dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap strata lembaga dan badan-badan negara, lembaga-lembaga daerah, lembaga-lembaga infrastruktur politik dan sosial kemasyarakatan, lembaga-lembaga bisnis, dan lainnya.



B.TUJUAN PENYELENGGARAAN

        Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat tercipta wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji, menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.

        Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

        Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsaSecara spesifik tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah untuk :

1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

4. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.



C. CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Memiliki kemampuan analisis, berfikir rasional, bersikap kritis dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Memiliki kemampuan dan tanggung jawab intelektual dalam mengenali masalah-masalah dan memberi solusi berdasarkan nilai-nilai Pancasila

3. Mampu menjelaskan dasar-dasar kebenaran bahwa Pancasila adalah ideologi yang sesuai bagi bangsa Indonesia yang majemuk (Bhinneka Tunggal Ika).

4. Mampu mengimplementasikan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam realitas kehidupan

5. Memiliki karakter ilmuwan dan profesional Pancasilais yang memiliki komitmen atas kelangsungan hidup dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.



D. PANCASILA SEBAGAI KARYA BERSAMA

        Proses sejarah konseptualisi Pancasila melalui rangkaian panjang fase “pembuahan”, fase “perumusan” dan “fase pengesahan”. Fase “pembuahan” setidaknya dimulai pada tahun 1920 an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan gerakan, seiring dengan proses “penemuan” Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama(civic nationalism). Fase “perumusan” dimulai pada masa persidangan pertama BPUPK (Badan Penyelidik UsahaPersiapan Kemerdekaan) dengan Pidato Soekarno (1 Juni 1945) yang memunculkan istilah Panca Sila, yang digodok melalui pertemuan Chuo Sangi Idengan membentuk“Panitia Sembilan” (yang terdiri dari lima orang wakil golongan kebangsaan (termasuk Soekarno sebagai penengah) dan empat orang wakil golongan IslamPanitia ini bertugas untuk menyusun rancangan Pembukaan UUD Negara RI, yang di dalamnya termuat Dasar Negara.Panitia ini berhasil merumuskan dan menyetujui rancangan Pembukaan UUD itu, yang kemudian ditandatangani oleh setiap anggota Panitia Sembilan pada 22 Juni. Oleh Soekarno, rancangan Pembukaan UUD ini diberi nama“Mukaddimah”, oleh M. Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”, dan oleh Sukiman Wirjosandjojo disebut “ Gentlement’s Agreement”Akhirnya, dalam fase “pengesahan” Pancasila yang menyempurnakan rumusan Pancasila dari Pidato Soekarno dalam versi Piagam Jakarta. Fase “pengesahan” dimulai sejak 18 Agustus 1945 yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.

        Setiap fase konseptualisasi  Pancasila itu melibatkan partisipasi berbagai unsur dan golongan. Oleh karena itu, Pancasila benar-benar merupakan karya bersama milik bangsa, dan yang memainkan peranan yang paling menonjol yaitu Soekarno. Sejak fase “pembuahan”, Soekarno mulai merintis pemikiran ke arah dasar “pembuahan”. Soekarno mulai merintis pemikiran ke arah dasar falsafah Pancasila dalam gagasannya untuk mensintesiskan antara “nasionalisme-Islamisme dan Marxisme” dan konseptualisasinya tentang “socio-nationalisme”. “socio-democratie” sebagai asas Marhaenisme. Pada fase “perumusan”. Soekarno adalah orang pertama yang mengkonseptualisasikan dasar negara dalam konteks “dasar falsafah” (philosofische grondslag)atau “pandangan dunia” (weltanschauung) secara sistematik dan koheren, dan dia pula yang menyebut lima prinsip dari dasar negara itu dengan istilah Panca Sila. Dalam proses penyempurnaan perumusan Pancasila, dia pula yang memimpin “Panitia Sembilan” yang melahirkan Piagam Jakarta. Dalam proses penerjemahan Pancasila itu ke dalam UUD, dia pula yang memimpin Panitia Perancang Hukum Dasar. Akhirnya, dalam fase “pengesahan” Pancasila, dia pula yang memimpin PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

        Dalam lintasan panjang proses konseptualisasi Pancasila itu, dapat dikatakan bahwa 1 Juni merupakan hari kelahiran Pancasila di mana lima prinsip dasar negara dikemukakan dengan diberi nama Panca Sila, dan sejak itu jumlahnya tidak pernah berubah. Meski demikian, untuk dterima sebagai dasar negara, Pancasila itu perlu persetujuan kolektif melalui perumusan Piagam Jakarta (22 Juni), dan akhirnya mengalami perumusan final melalui proses “pengesahan” konstitusional pada 18 Agustus. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara yang secara konstitusional mengikat kehidupan kebangsaan dan kenegaraan bukanlah rumusan  Pancasila versi 18 Agsutus 1945.



E. METODE PEMBELAJARAN

        Pilihan strategi pengembangan metode pembelajaran Pendidikan Pancasila yang berbasis kompetensi dengan pendekatan Student Active Learning membawa konsekuensi perubahan paradigma metode pembelajaran. Arah perubahannya adalah sebagai berikut;


Dari

Menjadi

Berpusat pada pengajar       

(metode Instruksi)

Berpusat pada Mahasiswa      

(metode Konstruksi)

Paradigma : Mengajar

Paradigma : Belajar                

Apa yang dipikirkan

Apa yang dipelajari

Mengetahui apanya

 transfer of knowledge

 

Mengetahui bagaimananya

 transfer of values

 


 

        Dengan pendekatan Student Active Learning, mahasiswa lebih banyak melakukan eksplorasi daripada secara pasif menerima informasi yang disampaikan oleh pengajar.

Keuntungannya mahasiswa tidak hanya memperolehpengetahuan dan keterampilan yang

berkaitan dengan bidang keahliannya saja, tetapi juga berkembang keterampilan komunikasi, bekerja dalam kelompok, insiatif, berbagi informasi, dan penghargaan terhadap orang lain. Metode pendekatan Student Active Learning ini meliputi antara lain:


1) Studi kasus

Pada metode pembelajaran ini mahasiswa diberikan kasus yang perlu dicari pemecahan masalahnya sesuai dengan pokok bahasan yang sedang dibahas.


2) Diskusi

Penyajian bahan pelajaran dilakukan dengan cara mahasiswa ditugaskan untuk membahas dan bertukar pendapat mengenai topik atau masalah tertentu untuk memperoleh suatu pengertian bersama yang lebih jelas dan teliti.


3) Seminar

Mahasiswa diminta untuk mempersiapkan makalah/paper, kemudian mempresentasikannya di depan mahasiswa lainnya dan dalam kesempatan ini akan memperoleh masukan dan pertanyaan baik dari sesama mahasiswa lainnya maupun dari staf pengajar.


4) Debat

Suatu metode pembelajaran dengan cara mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Di dalam kelompok tersebut mahasiswa melakukan perdebatan tentang topik tertentu.


5) Kerja lapangan

Suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa mahasiswa langsung kepada obyek atau pokok bahasan yang akan dipelajari di luar kelas.


6) Bermain peran

Bermain peran adalah salah satu permainan pendidikan yang digunakan untuk menjelaskan perasaan, sikap, perilaku dan nilai dengan tujuan untuk menghayati peran, sudut pandang dan cara berpikir orang lain dengan memainkan peran orang lain.


7) Simulasi

Suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan mahasiswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan mahasiswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu tergantung kepada apa yang diperankan.


8) Tugas kelompok

Metode pembelajaran dengan memberikan tugas kepada mahasiswa yang telah dibuat kelompok, misalnya dalam bentuk karangan atau makalah, kliping dan/atau mengamati suatu kejadian.


9) Permainan

Merupakan cara penyajian bahan pengajaran dimana mahasiswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pemahaman dan konsep tertentu. Metode permainan ini dapat dilakukan secara individual atau kelompok.


10) Collaborative Learning (CL)

Merupakan proses belajar kelompok, di mana setiap anggota menyumbangkan informasi, pengetahuan, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota.


11) Problem-Based Learning (PBL)

Metode belajar yang menggunakan masalah yang komplek dan nyata untuk memicu pembelajaran sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.


12) Bola salju menggelinding

Dalam pembelajaran ini mahasiswa melakukan tugas individu kemudian berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian mencari pasangan yang lain sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar bagai bola salju yang menggelinding. Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari mahasiswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh mahasiswa secara kelompok.








Komentar