SEJARAH PERKEMBANGAN PUBLIC RELATION

 

 

 

MODUL PERKULIAHAN

 

Kapita Selekta Sosial

D3 Komunikasi

 

 

 

 

 

SEJARAH PERKEMBANGAN

PUBLIC RELATIONS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FAKULTAS

Bidang Studi

Tatap Muka

Kode MK

Disusun Oleh

 

 

ILMU KOMUNIKASI

Public relations/ Humas

04

 

Yuni Tresnawati, S.Sos., M.I.Kom

 

 

 

Abstract

Kompetensi

 

 

Sejarah perkembangan Public

Relations dilihat dari perkembangan

Teknologi media, model komunikasi

Kegiatan komunikasi dan

Perkembangannya sebagai profesi

Mahasiswa dapat memahami, menjelaskan kembali dan membedakan jenis –jenis perkembangan PR

Perkembangan Sejarah Humas

 

Kita sering mendengar bahwa Public Relations atau disingkat (PR) merupakan suatu bidang baru yang muncul beberapa tahun yang lalu, katakanlah sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, atau paling lama pada permulaan abad ke-20. Kesan seperti ini terutama terdapat di negara-negara muda, yakni yang baru meraih kemerdekaan pada era tahun 1940/1950-an.

Sedangkan di kalangan negara yang sudah sejak lama merdeka serta mencapai stastus negara industri, pendapat umum yang ada mengatakan bahwa PR atau Humas itu buatan Amerika Serikat.

Sebenarnya berapa usia keberadaan PR, dan benarkah PR itu buatan Amerika? Amerika Serikat memang menciptakan banyak hal yang hebat mulai dari Mickey Mouse, Coca-Cola, sampai dengan Hollywood; akan tetapi Amerika tidak pernah menciptakan PR. Bahkan lama sebelum Benua Amerika itu sendiri diketemukan, yang namanya PR sudah ada.

Manusia selalu mencoba berkomunikasi dan membuat dirinya sendiri paham atau mengerti perihal sesuatu. Sebelum angka dan huruf ditemukan, sudah ada yang namanyapiktogram (bentuk atau gambar yang mengandung makna yang sampai pada saat ini masih bisa dilihat dilihat pada abjad China) dan lukisan di dinding-dinding gua primitif ribuan tahun yang lampau. Manusia mulai menulis pada kepingan batu, lalu dilanjutkan pada lembaran-lembaranpapirus seperti yang banyak diketemukan di daerah Laut Mati. Berbagai macam ornamen dan simbol di bangunan-bangunan kuno seperti piramid, candi dan mesjid kuno, serta lukisan-lukisan gua yang primitif di Zimbabwe, selalu mengandung pesan-pesan tertentu dalam bentuk gambar.

Bahkan bisa pula dikatakan bahwa kitab-kitab suci dari agama-agama besar didunia ini mengandung suatu bentuk PR. Di situ dikabarkan bahwa sejak dahulu manusia selalu berusaha menciptakan suatu pemahaman atas iman yang mereka anut. Jenis komunikasi seperti ini bahkan lebih tua daripada prasasti kuno zaman Yunani dan Romawi yang mengiklankan budak-budak koleksi terbaru serta berbagai macam mata acara di Coliseum (gelanggang pertunjukan dan olah raga).

Berbagai teknik PR sudah diterapkan selama berabad-abad sampai detik ini. Saat ini semua elemen masyarakat menggunakan kegiatan-kegiatan yang memiliki spirit atau karakteristik seperti kegiatan PR.  Contohnya merk The Body shop yang menggunakan gambar daur ulang sebagai logonya, dan memiliki ciri khas penggunaan bahan-bahan alami tanpa menggunakan alat test hewan, dimana kegiatan itu seringkali dipergunakan oleh perusahaan kosmetik lainnya. Serta citranya sebagai perusahaan yang mendukung usaha kecil masyarakat lokal dengan mengajak mereka bersinergis.

Itulah yang lazim disebut sebagai identitas perusahaan (Corporate Identity). Wujud yang melambangkannya bisa berupa logo atau simbol, pilihan dan komposisi warna, tipografi atau bentuk hurufnya, atau dari karakteristik kegiatannya yang fokus pada upaya-upaya tertentu, seperti yang dilakukan The Body Shop dengan mengedepankan citranya sebagai organisasi yang peduli lingkungan dan peduli kesehatan wanita (bukan kecantikan). Melalui hal-hal tersebut kita mudah mengerti dan mengenali siapa atau apa yang dikemukakan dan ditonjolkannya. Jelas ini merupakan suatu bentuk komunikasi yang sederhana namun cemerlang.

Gagasannya sendiri sebenarnya sudah sangat tua sehingga kita harus memutar waktu sampai ribuan tahun yang lampau untuk menemukan asal mulanya. Ternyata humas atau PR itu bahkan sama tuanya dengan peradaban manusia.

Pada dasarnya inti dari kegiatan Humas/PR di awal kegiatan dahulu adalah menekankan pada unsur penggalangan opini publik dengan unsur persuasi. Hal ini dapat kita lihat pada beberapa contoh yang mengemuka dibawah ini, pertama, pada era negara Babylonia (Irak) tahun 1800 SM, pemerintahnya saat itu mensosialisasikan pesan-pesannya kepada masyarakat melalui pembentukan tablet batu, khususnya untuk para petani. Tablet batu tersebut berisi tata cara/teknik irigasi dan bercocok tanam yang baik. Tentu hal ini sangat membawa keuntungan bagi masyarakat Babylonia yang bertani. Dengan cara tersebut maka masyarakat Babylonia mampu mengalami pertumbuhan pertanian dan ini membawa dampak bagi teciptanya kesehatan masyarakat dan tentunya kesehatan negara, yang mampu memenuhi sandang pangan masyarakatnya.

Kegiatan tersebut merupakan salah satu contoh inti dari kegiatan PR yang menekankan pada aspek perencanaan persuasi (pesan tentang bercocok tanam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat), dengan publik yang spesifik (petani). Hal itulah yang menjadi esensi dari kegiatan Public Relations.

Contoh kedua, pada era jaman Romawi – Julius Caesar yang seringkali menggunakan publikasi dan event untuk mendukung semua kegiatan komunikasinya, sehingga dia disebut sebagai master of persuasive techniques, karena keandalannya menggunakan strategi kehumasan. Hal ini juga menjadi esensi dari kegiatan PR.

Contoh ketiga, pada saat Perang Dunia I, Amerika Serikat membentuk Komite Informasi Publik Amerika Serikat yang digunakan sebagai media sentimen patriotik Amerika dan menjadi kebanggan nasional. Organisasi tersebut mendukung kegiatan AS dalam Perang Dunia I yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi baik secara verbal dan tertulis, melalui media massa modern maupun tradisional. Intinya organisasi tersebut sebagai pusat informasi yang mendukung setiap langkah AS dan dalam proses pengambilan keputusan. Sehingga diasumsikan ‘informasi digunakan sebagai senjata saat perang’. Salah satu tokoh PR yang terlibat dalam organisasi tersebut adalah Edward L Bernays. (Seitel: 1995)

Seperti halnya di banyak negara berkembang di mana pemerintahnya merupakan pihak utama yang mengadakan berbagai inisiatif perubahan sosial, di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, pihak pertama yang mulai menerapkan teknik-teknik humas adalah pemerintahnya.

Pada tahun 1809 Departemen Keuangan Kerajaan Inggris menunjuk seorang juru bicara resmi. Kemudian pada tahun 1854, Dinas Pos Kerajaan Inggris, dalam salah satu laporan tahunannya yang pertama, mengakui perlunya penjelasan secara luas atas pelayanannya yang dilakukannya pada masyarakat umum. Taktik kehumasan yang cukup rinci dan terarah mulai digunakan oleh Pemerintah Inggris pada tahun 1912. Pada waktu itu, Lloyd George yang menjabat sebagai Chancellor of the Exchequer atau Bendahara Negara mengorganisir sebuah tim tersendiri yang khusus bertugas untuk memberi penjelasan perihal rancangan pensiun bagi kaum lanjut usia yang pertama di dunia kepada masyarakat luas. Seusai Perang Dunia I, pemerintah dari berbagai negara mulai memakai metode-metode kehumasan dalam menjelaskan program kesehatan dan perumahan nasional kepada rakyatnya.

Antara tahun 1926 hingga 1933, di Inggris berlangsung suatu upaya kehumasan yang terbesar pada zamannya. Ketika itu, Sir Stephen Tellents, atas nama Dewan Pemasaran Kerajaan (Empire Marketing Board) sengaja menyediakan dan membelanjakan satu juta poundsterling (jumlah yang teramat besar untuk masa itu) untuk menjadikan buah-buahan serta berbagai macam produk Inggris lainnya lebih dikenal oleh rakyatnya sendiri. Usaha kehumasan besar-besaran tersebut dilakukan melalui serangkaian film, poster-poster dan pameran. Sir Stephen Tallents kemudian menjadi presiden pertama bagi sebuah lembaga formal pertama yang bertujuan mengembangkan bidang kehumasan. (Jefkins: 1995)    

 

Hubungan Konsep Public Relations/Humas dan Ilmu Komunikasi

Kegiatan Hubungan Masyarakat (Public Relations) pada hakikatnya adalah kegiatan komunikasi. Tetapi berbeda dengan jenis kegiatan komunikasi lainnya, kegiatan komunikasi dalam public relations mempunyai ciri-ciri tertentu, disebabkan karena fungsi, sifat organisasi dari lembaga di mana public relations itu berada dan berlangsung, sifat-sifat manusia yang terlibat, terutama publik yang menjadi sasaran, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi dan sebagainya yang bersifat khas.

Ciri hakiki dari komunikasi dalam public relations adalah komunikasi yang bersifat timbal balik (two way traffic). Komunikasi yang bersifat timbal balik ini sangat penting dan mutlak harus ada dalam kegiatan public relations dan terciptanya feedback merupakan prinsip pokok dalam public relations.

Dalam pengertian teoritis, public relations merupakan salah satu bidang ilmu komunikasi praktis, yaitu penerapan ilmu komunikasi pada suatu organisasi usaha atau perusahaan di dalam melaksanakan fungsi manajemen.  

Secara struktural, public relations merupakan bagian integral dari suatu kelembagaan dan bukan suatu fungsi atau bagian yang berdiri sendiri. Public relations adalah penyelenggara komunikasi timbal balik antara suatu lembaga dengan publik yang mempengaruhi sukses tidaknya lembaga tersebut. Dari pihak suatu lembaga, komunikasi seperti ini ditujukan untuk menciptakan saling pengertian dan dukungan bagi terciptanya tujuan, kebijakan dan tindakan lembaga tersebut. Dengan kata lain, public relations berfungsi menumbuhkan hubungan baik antara segenap komponen pada suatu lembaga dalam rangka memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi.

Semua ini bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan pengertian dan kemauan baik (good will) publiknya serta memperoleh opini publik yang menguntungkan (atau untuk menciptakan kerja sama berdasarkan hubungan yang baik dengan publik). (F. Rachmadi:1996)

Salah satu pendekatan yang dapat dipergunakan untuk memahami hubungan Ilmu Komunikasi dengan konsep Public Relations/Humas adalah pendekatan S-M-R (source-message-receiver). (Seitel: 1995) Model ini menyebutkan bahwa proses komunikasi dimulai dengan sumber komunikasi (source), yang mengirimkan pesan (message) kepada penerima (receiver). Dimana penerima akan memutuskan apakah melakukan sesuatu tindakan atau tidak, sehingga sangat tergantung terhadap proses komunikasinya.

Pendekatan S-M-R tersebut pada akhirnya berkembang dan mengalami modifikasi yakni, pertama, adanya proses encoding dimana pesan orisinil sumber komunikasi dibentuk, dikirimkan dan dipahami oleh penerima.  Kedua, proses decoding yakni penerima melakukan interpretasi terhadap pesan yang telah dikirim dan melakukan tindakan setelah itu.

Model ini bisa dibandingkan dengan prinsip dasar proses komunikasi yang biasa disebut model S-M-C-R (source-message-channel-receiver) serta tiga elemen tambahan yang juga penting dalam proses komunikasi yakni adanya akibat/dampak/hasil, umpan balik/feedback dan noise/gangguan. Contohnya dalam komunikasi massa. Ataupun bisa dibandingkan dengan model komunikasi sirkuler, dimana baik penerima ataupun pengirim dapat melakukan proses encoding dan decoding sekaligus. Contohnya dalam komunikasi antar pribadi. (Sendjaja: 1996)

Evolusi dari model tradisional (pendekatan S-M-R) menghasilkan pendekatan S-E-M-D-R, yang mengilustrasikan peran Public Relations dalam komunikasi modern, baik aspek encoding (E) dan decoding (D) yang menjadi bagian terpenting dalam mengkomunikasikan pesan-pesan PR.

Untuk memahami konsep tersebut perlu dibahas satu persatu dibawah ini. Pertamathe source, yakni seseorang atau organisasi yang melakukan proses komunikasi. Sumber disini bisa berupa politisi yang memberikan pidato kampanye, sekolah yang mengumumkan perubahan kurikulum, hakim yang memutuskan suatu perkara di pangadilan ataupun penari telanjang yang menceritakan pengalaman hidupnya. Walaupun sumber informasi mengetahui bagaimana pesan tersebut akan diterima, namun tidak ada garansi pesan tersebut akan dipahami maknanya. Dalam banyak kasus, contohnya pada saat berpidato, hanya sedikit kemampuan untuk mempengaruhi interpretasi khalayaknya. Bahasa tubuh, suara dan volume dapat digunakan sebagi pendukung diterimanya pesan, namun sekali lagi hal itu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor terutama proses encoder/penerimaan dan interpretasi pesannya.      

Kedua, The encoder, apa yang diinginkan sumber untuk  dikomunikasikan haruslah diartikan dari bentuk ide-ide orisinil menjadi bahan pembicaraan yang dapat dikomunikasikan. Contohnya seorang politisi yang akan melakukan pidato kampanye. Pesan orisinil “sang politisi” harus diartikan dan diinterpretasikan minimal tiga encoder yang independen. Yakni politisi harus berkonsultasi dengan pembuat pidato untuk membahasakan ide-idenya ke dalam tulisan pidato. Kemudian ketika pidato ditulis, memungkinkan untuk disusun dalam news release, dimana encoder dalam konteks ini berbeda dengan si penulis pidato, terakhir adalah editor berita yang memuat news release tersebut dan menyebarluaskannya melalui media massa kepada para pemilih (voters).      

KetigaThe message. Sekali proses encoder dilakukan dan melakukan translate ke dalam terminologi yang dipahami penerima, ide-idenya kemudian dikirim dalam bentuk pesan. Pesan tersebut kemudian dikirim dalam beragam bentuk media komunikasi yaitu koran, press conference, news release, laporan ataupun pertemuan tatap muka. Teori komunikasi mengkaji tiga penjelasan yang umum yaitu:

(1)
The content is message intinya yakni komunikasi adalah pesan
(2)
The medium is the message yakni pesan komunikasi adalah media/medium yang yang dipergunakan dalam berkomunikasi.
(3)
The person is the message yakni inti komunikasi bukan pesan dan medium tetapi siapa yang menyampaikan pesan tersebut.

Keempat, The Decoder. Setelah pesan dikirimkan hal itu harus di–decode oleh penerima sebelum tindakan dilakukan. Bagaimana seseorang penerima melakukan “decode” pesan sangat tergantung pada persepsi penerima. Bagaimana seseorang melihatnya secara komprehensif itulah kunci dari efektivitas komunikasi. Harus diingat bahwa tidak ada dua individu yang memiliki kesamaan dalam persepsi, sehingga seringkali menimbulkan bias. Bias individu tersebut dipengaruhi banyak faktor yakni stereotype, symbol, semantik, tekanan kelompok dan tentu saja yang saat ini sangat berkembang yakni media preferences-nya.

Kelima, The receiver. Komunikasi tidak akan terjadi manakala pesan tidak mencapai tujuan penerima dan tidak menimbulkan dampak di level penerima. Walaupun pesan komunikasi sampai ke tujuan, tetapi tidak memberi garansi untuk  memotivasi seseorang melakukan sesuatu.  Dalam kenyataannya pesan dapat diterima dengan dampak yang berbeda yakni:

(1)
Komunikasi mampu merubah perilaku
(2)
Komunikasi mungkin mengelompokkan perilaku untuk melakukan sesuatu
(3)
Komunikasi mampu membentuk modifikasi sudut pandang individu
(4)
Komunikasi mungkin tidak menimbulkan efek apapun.

Akhirnya PR tidak akan pernah lepas dari proses komunikasi, karena dengan komunikasi PR mampu menyampaikan dan mewujudkan ide-ide briliannya.

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Anggoro, Linggar, Teori & Profesi Kehumasan, Jakarta, Bumi Aksara, 2000

Cutlip, Center & Broom: Effective Public Relations,edisi terjemahan ke sembilan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009.

Frank Jefkins, Public Relations, Jakarta, Erlangga, 2009.

James E Grunig; Excellence in Public Relations and Communication Management; New Jersey, 1992.

Straubhaar, Media Now, Communications Media in The Information Age, USA, Wadsworth, 2000,

Uchyana, Onong, Ilmu Komunikasi, Teori & Praktek,Bandung, Rosdakarya, 2001

 

 

 

 

13

Kapita Selekta Ilmu Sosial, Komunikasi

Pusat Bahan Ajar dan eLearning

 

 

Yuni Tresnawati, S.Sos., M.I.Kom

http://www.mercubuana.ac.id

 

Komentar

  1. Untuk standar penulisan ilmiah selevel mahasiswa, pemilihan bahasa nya sangat abstrka seperti level anak SMP, bukan teredukasi malah ga mudeng karena pimilihan kosa kata dan bahasa nya yang sangat tidak subjektif!

    BalasHapus

Posting Komentar