Naskah Reportase dan Naskah Wawancara

PERTEMUAN 3

 

 

MODUL

Teknik Reportase & Wawancara

Oleh: Rahmadya Putra Nugraha, M.Si

 

Pokok Bahasan:

Naskah Reportase & Naskah Wawancara

 

Tujuan dan Instruksional Khusus:

Dengan memperoleh materi ini, mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami tentang Peranan Komunikator, Reportase, & Pewawancara.

 

Naskah Reportase

Reportase adalah laporan pandangan mata, baik langsung maupun tunda, dari lokasi peristiwa. Di sini, reporter selain melaporkan apa yang dilihat di lapangan, juga memberikan tambahan informasi yang ada relevansinya dengan peristiwa yang sedang berlangsung, misalnya :

-
Latar belakang peristiwa
-
Maksud dan tujuan
-
Dalam rangka apa peristiwa diadakan
-
Hal serupa kapan pernah diadakan, dan lain-lain

 

Sifat reportase adalah sistematis dan kronologis.

Naskah reportase berbentuk pointers yang berisi hal-hal penting saja dan  yang ada kaitan dengan apa yang dilaporkan. Reporter melakukan kombinasi apa yang dilihat dengan referensi lain yang relevan, yang sudah dicatat dalam bentuk pointers.

 

Dalam prosesnya, reporter dituntut memiliki keterampilan dalam melaporkan, dan keterampilan ini hanya dapat diperoleh melalui pengalaman. Semakin banyak melakukan reportase, seorang reporter akan semakin matang dalam melakukan reportase langsung di lapangan.

Reportase dan berita berbeda dalam teknik penyajian, yaitu teknik reportase dan teknik penyajian berita. Sekalipun demikian, baik reportase maupun berita, keduanya merupakan karya jurnalistik.

Reportase berfungsi menjelaskan atau melaporkan apa yang dilihat di lokasi kejadian, sedangkan berita berfungsi menginformasikan fakta yang timbul sebagai akibat adanya suatu peristiwa dan atau pendapat. Dengan demikian, reportase memiliki fungsi lebih luas, yaitu selain menginformasikan, juga menjelaskan, sedangkan berita hanya menginformasikan fakta.

 

Dalam meliput peristiwa, penting diperhatikan :

1.
Kode Etik Jurnalistik atau Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
2.
Fairness Doctrine (Doktrin kejujuran) yang mengajarkan, mendapatkan berita yang benar lebih penting daripada menjadi wartwan pertama yang menyiarkan atau menuliskannya.
3.
Cover both side/news balance, yakni perlakuan adil terhadap semua pihak yang menjadi objek berita, dengan meliput semua atau kedua belah pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa.
4.
Cek dan ricek, yakni meneliti kebenaran sebuah fakta atau data beberapa kali sebelum menuliskannya.

 

Tahapan-tahapan reportase adalah sebagai berikut:

1.
Menemukan peristiwa dan jalan cerita
2.
Cek, ricek, jalan cerita
3.
Memastikan sudut berita
4.
Menentukan sudut berita
5.
Menentukan lead atau intro
6.
Menulis berita

 

Menurut keluasan informasi yang diberikan reportase dibagi menjadi 3 (tiga):

1. Reportase Dasar (straight news)

2.Reportase Madya (news feature)

3. Reportase Lanjutan (news analysis)

Tiga  kegiatan jurnalistik diatas ibarat sebuah rumah. Reportase Dasar mutlak dipakai dalam Reportase Madya serta Reportase Lanjutan. Tetapi tidak demikian sebaliknya. Banyak teknik-teknik Reportase Lanjutan yang tidak perlu dipakai dalam Reportase Madya dan Reportase Dasar. Demikian juga halnya teknik Reportase Madya dalam Reportase Dasar.

Perbedaan pokok diantara ketiganya adalah cakupan informasi. Berita tidak lagi sekedar peristiwa langsung (straight) seperti pada Reportase Dasar, tetapi sudah dilengkapi dengan sosok (featured) seperti dalam Reportase Madya karena lebih luas informasinya. Atau akan menjadi Reportase Lanjutan, jika Reportase Madya tersebut dilengkapi dengan analisa (News analysis).

Dalam penyajian berita televisi dengan sistem ROSS, reporter penyaji atau penyampai harus disebutkan, sebagai pertanggungjawaban isi naskah berita yang disajikan.

Sistem ROSS mempunyai beberapa makna, yaitu :

 

Reporter On the Spot and On the Screen

Reporter berada di lokasi dan sewaktu menyajikan muncul di layar televisi.

Reporter On the Spot and Off the Screen

Reporter berada di lokasi dan sewaktu menyajikan tidak muncul di layar televisi.

Reporter Off the Spot and On the Screen

Reporter tidak berada di lokasi, tetapi dalam penyajian reporter muncul di layar televisi.

Reporter Off the Spot and Off the Screen

Reporter tidak berada di lokasi dan tidak muncul di layar televisi.

 

Menggali Informasi

Tugas seorang reporter pada dasarnya adalah mengumpulkan informasi, yang membantu publik untuk memahami peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka. Penggalian informasi ini membawa sang reporter untuk melalui tiga lapisan atau tahapan peliputan:

Lapisan pertama, adalah fakta-fakta permukaan. Seperti: siaran pers, konferensi pers, rekaman pidato, dan sebagainya. Lapisan pertama ini adalah sumber bagi fakta-fakta, yang digunakan pada sebagian besar berita. Informasi ini digali dari bahan yang disediakan dan dikontrol oleh narasumber. Oleh karena itu, isinya mungkin masih sangat sepihak. Jika reporter hanya mengandalkan informasi lapisan pertama, perbedaan antara jurnalisme dan siaran pers humas menjadi sangat tipis.

Lapisan kedua, adalah upaya pelaporan yang dilakukan sendiri oleh si reporter. Di sini, sang reporter melakukan verifikasi, pelaporan investigatif, liputan atas peristiwa-peristiwa spontan, dan sebagainya. Di sini, peristiwa sudah bergerak di luar kontrol narasumber awal. Misalnya, ketika si reporter tidak mentah-mentah menelan begitu saja keterangan Humas PT. Lapindo Brantas, tetapi si reporter datang ke lokasi meluapnya lumpur, dan mewawancarai langsung para warga korban lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur.

Lapisan ketiga, adalah interpretasi (penafsiran) dan analisis. Di sini si reporter menguraikan signifikansi atau arti penting suatu peristiwa, penyebab-penyebabnya, dan konsekuensinya. Publik tidak sekadar ingin tahu apa yang terjadi, tetapi mereka juga ingin tahu bagaimana dan mengapa peristiwa itu terjadi. Apa makna peristiwa itu bagi mereka, dan apa yang mungkin terjadi sesudahnya (dampak susulan dari peristiwa tersebut).

Seorang reporter harus selalu berusaha mengamati peristiwa secara langsung, ketimbang hanya mengandalkan pada sumber-sumber lain, yang kadang-kadang berusaha memanipulasi atau memanfaatkan pers. Salah satu taktik yang dilakukan narasumber adalah mengadakan media event, yakni suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk menarik perhatian media.

Verifikasi, pengecekan latar belakang, observasi langsung, dan langkah peliputan yang serius bisa memperkuat, dan kadang-kadang membenarkan bahan-bahan awal yang disediakan narasumber.

 

Naskah Wawancara

1. Definisi dan Tujuan Wawancara

Wawancara (bahasa Inggris: interview) merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.

2. Bentuk Wawancara

Adapun bentuk wawancara dibagi menjadi beberapa macam, yakni:

a. Wawancara Berita, dilakukan untuk mencari bahan berita.

b. Wawancara Petunjuk umum, dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.

c. Wawancara Telepon, yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon.

d. Wawancara Pribadi, dilakukan secara khusus.

e. Wawancara dengan banyak orang, dilakukan ditempat umum.

f. Wawancara Impromtu, wawancara dadakan / mendesak .

g. Wawancara Kelompok, di mana serombongan wartawan mewawancarai seorang,

pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya.

 

3. Komponen yang menunjang wawancara

Dalam wawancara, keberhasilan akan dicapai apabila terdapat komponen di bawah ini:

a. adanya pewawancara

b. adanya yang diwawancarai

c. adanya masalah

d. adanya tujuan

e. adanya alat sebagai media, dan lain sebagainya.

4. Pokok-pokok Pertanyaan dalam Wawancara

Pokok-pokok ini dikenal dengan istilah 5W +1H, yaitu:

a. what (apa),

b. where (di mana),

c. when (kapan),

d. why (mengapa),

e. who (siapa),

f. how (bagaimana/berapa)

5. Menulis Dialog wawancara

Dalam menulis dialog wawancara, dialog harus ditulis dengan tipe penulisan kalimat langsung. Untuk mempermudahkan sistematika penulisan naskah teks wawancara secara umum, perhatikan TRIK LEBAH di bawah ini!

Nama : Berisi nama tokoh yang berdialog;

Tanda titik dua : ( : ) tanda ini dipergunakan dalam naskah dialog;

Tanda petik awal : ( “...) tanda ini dipergunakan untuk mengapit dialog percakapan;

Dialog : Percakapan ditulis dengan diawali huruf kapital padahuruf pertama;

Tanda baca : Tanda baca disesuaikan dengan jenis kalimat percakapannya;

Tanda petik akhir : (…”) tanda ini dipergunakan untuk menutup dialog.

Contoh:
Pewawancara : “Apa pendapat bapak tentang kebersihan lingkungan?”

 

Ditinjau dari struktur wawancaranya, wawancara dikelompokkan menjadi 3 :

o
Wawancara tidak berstruktur, tidak berstandard, informal, atau berfokus

Wawancara ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar topik yang akan dicakup dalam wawancara. Namun tidak ada pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya kecuali dalam wawancara yang awal sekali.

Jenis wawancara ini bersifat fleksibel dan memungkinkan peneliti mengikuti minat dan pemikiran partisipan. Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal ini dapat ditindaklanjuti, tetapi peneliti juga mempunyai agenda sendiri yaitu tujuan penelitian yang dimiliki dalam pikirannya dan isyu tertentu yang akan digali. Namun pengarahan dan pengendalian wawancara oleh peneliti sifatnya minimal. Umumnya, ada perbedaan hasil wawancara pada tiap partisipan, tetapi dari yang awal biasanya dapat dilihat pola tertentu. Partisipan bebas menjawab, baik isi maupun panjang pendeknya paparan, sehingga dapat diperoleh informasi yang sangat dalam dan rinci.

Wawancara jenis ini terutama cocok bila peneliti mewawancarai partispan lebih dari satu kali. Wawancara ini menghasilkan data yang paling kaya, tetapi juga memiliki dross rate paling tinggi, terutama apabila pewawancaranya tidak berpengalaman. Dross rate adalah jumlah materi atau informasi yang tidak berguna dalam penelitian.

 

o
Wawancara Semi Berstruktur

Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti dalam penelitian kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama pada tiap partisipan bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu. Namun pedoman wawancara menjamin bahwa peneliti mengumpulkan jenis data yang sama dari para partisipan. Peneliti dapat menghemat waktu melalui cara ini. Dross rate lebih rendah daripada wawancara tidak berstruktur. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri mana isyu yang dimunculkan.

Pedoman wawancara berfokus pada subyek area tertentu yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru muncul belakangan. Walaupun pewawancara bertujuan mendapatkan perspektif partisipan, mereka harus ingat bahwa mereka perlu mengendalikan diri sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik penelitian tergali.

 

o
Wawancara berstruktur atau berstandard

Peneliti kualitatif jarang sekali menggunakan jenis wawancara ini. Beberapa keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang diperoleh tidak kaya. Jadwal wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan sebelumnya.Tiap partisipan ditanyakan pertanyaan yang sama dengan urutan yang sama pula. Jenis wawancara ini menyerupai kuesioner survei yang tertulis. Wawancara ini menghemat waktu dan membatasi efek pewawancara bila sejumlah pewawancara yang berbeda terlibat dalam penelitian. Analisis data tampak lebih mudah sebagaimana jawaban yang dapat ditemukan dengan cepat. Umumnya, pengetahuan statistik penting dan berguna untuk menganalisis jenis wawancara ini. Namun jenis wawancara ini mengarahkan respon partisipan dan oleh karena itu tidak tepat digunakan pada pendekatan kualitatif. Wawancara berstruktur bisa berisi pertanyaan terbuka, namun peneliti harus diingatkan terhadap hal ini sebagai isyu metodologis yang akan mengacaukan dan akan jadi menyulitkan analisisnya

 

Rahmadya Putra N., M.Si |

 

Komentar

  1. terimakasih sangat membantu, salam dari Kota Bengkulu

    BalasHapus

Posting Komentar