Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi

 

 

MODUL PERKULIAHAN

 

 

 

PSIKOLOGI KOMUNIKASI

 

 

RUANG LINGKUP PSIKOLOGI KOMUNIKASI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fakultas

Program Studi

Tatap Muka

Kode MK

Disusun Oleh

 

 

Ilmu Komunikasi

Public Relations

01

MK85006

Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom.

 

 

 

Abstract

Kompetensi

 

 

Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi, dilihat dari definisi & manfaat Psikologi KomunikasiKarakteristik Manusia Komunikan, dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Mampu memahami dan menjelaskan pengertian psikologi komunikasi dan faktor pendorong yang mempengaruhi perilaku manusia

1.
Latar Belakang

Hubungan antara komunikasi dengan psikologi sangatlah erat. Jika dilihat dari perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi. Tiga diantara empat Bapak Ilmu Komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana-sarjana psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi dinamika kelompok. Ia memperoleh gelar doktornya dalam asuhan Koffka, Kohler, dan Wertheimer, tokoh-tokoh psikologi komunikasi Gestalt. Paul Lazarsfeld pendiri ilmu komunikasi lainnya, adalah psikolog yang banyak dipengaruhi Sigmund Freud, bapak psikoanalisis. Carl I. Hovland yang definisinya banyak dihafal mahasiswa komunikasi indonesia, adalah seseorang yang dididik dalam psikologi, dan selama hidupnya memilih karir psikologi.

Jika kita perhatikan, psikologi melihat komunikasi dari aspek efektifitas penyampaian pesan itu sendiri, dimana psikologi mengkaji semua hal yang berhubungan terhadap efektifitas pesan serta hambatan-hambatan dalam penyampaian pesan itu sendiri. Pada modul ini akan dijelaskan terkait ruang lingkup psikologi komunikasi, ciri pendekatan psikologi komunikasi, penggunaan psikologi komunikasi, karakteristik manusia komunikan, konsepsi psikologi tentang manusia,faktor-faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia, faktor-faktor situasional yang mempengaruhi perilaku manusia (diadaptasi dari Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009).

2.
Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi

Telah banyak dibuat definisi komunikasi. Dance (1967) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha ‘menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal’ ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Raymond S. Ross (1974) mengartikan komunikasi merupakan proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.

Kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian komunikasi: 1. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara, 2. Penyampaian atau penerimaan signal atau pesat oleh organisme, 3. Pesan yang disampaikan, 4. (Teori Komunikasi), proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan, 5. (K.Lewin) pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah yang lain, 6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.

Jadi psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengelolaan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. Ruang lingkup psikologi komunikasi, disini kita mengulas karakteristik manusia komunikan, kita akan diperkenalkan hanya dengan komunikasi antara manusia yang diuraikan dalam sistem komunikasi interpersonal, dan kemudian akan diperkenalkan pada komunikasi kelompok. Sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi, kita akan membicarakan komunikasi massa.

Akhirnya, komunikasi boleh ditunjukan untuk memberikan informasi, menghibur atau mempengaruhi. Yang ketiga, lazim disebut komunikasi persuasif, amat erat kaitannya dengan psikologi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses memengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologi. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ‘internal mediation of stimuli’, sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah apa yang nampak ketika orang berkomunikasi (diadaptasi dari Jalaludin Rakhmat.Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009).

2.1
Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Komunikasi telah ditelaah dari berbagai segi: antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, matematik, filsafat dan sebagainya. Yang agak menetap mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat, dan psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi sosial. Interaksisosial harus didahului dengan kontak dan komunikasi. Oleh karena itu setiap buku komunikasi harus menyinggung komunikasi. Dalam dunia modern teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehingga tidak ada satu masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi.

Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : 1). Sensory receptionof stimuli(penerimaan stimuli secara inderawi), 2). Internal mediation of stimuli (proses yang mengantarai stimulus dan renspon), 3). Prediction of response (prediksi respon), dan 4).Reinforment of responses (peneguhan respon).

Psikologi komunikasi melihat bagaimana renpons yang terjadi pada masa yang telah lewat dapat meramalkan respons yang akan datang. Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan meramalkan dan mengendalikan sifat mental dan behavioral dalam komunikasi (George A. Miller). Psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan bagaimana pikiran, perasaan dan tindakan individu dipengeruhi oleh apa yang dianggapnya pikiran, perasaan dan tindakan oranglain (yang kehadirannya boleh jadi sebenarnya, dibayangkan, atau disiratkan).

Satu pendekatan psikologi komunikasi lagi yang berbeda : 1). Menyingkirkan semua sikap memihakdan semua usaha menilai secara normatif (mana yang benar, mana yang salah), 2). Ketika merumuskan prinsip-prinsip umum, psikolog komunikasi harus menguraikan kejadian menjadi satuan-satuan kecil untuk dianalisis, 3). Psikolog komunikasi berusaha memahami peristiwa komunikasi dengan memahami keadaan internal (internal state)(diadaptasi dari Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009).

 

2.2
Manfaat Penggunaan Psikologi Komunikasi

Melalui pemahaman psikologi komunikasi, kita akan belajar tentang bagaimana kita memahami komunikasi yang efektif. Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi yang efektif menimbulkan 5 hal, yaitu ;

1.
Pengertian

Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator.Dalam konteks ini, seringkali pertengkaran atau konflik terjadi karena pesan kita diartikan lain oleh orang yang kita ajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Disinilah peran diperlukannya pemahaman tentang psikologi komunikasi.

2.
Kesenangan

Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Misalnya ketika kita mengucapkan “Selamat pagi, dan menyapa ‘apa kabar?’, kita tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi seperti ini dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan, yang lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication). Komunikasi seperti ini menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan. Dalam Analisis Transaksional ini disebut “ Saya Oke – Kamu Oke”. Ini memerlukan psikologi psikologi tentang sistem komuniaksi interpersonal.

3.
Mempengaruhi sikap

Kita paling sering  melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Misalnya :

1.
Khotib ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong jemaah untuk beribadah lebih baik.
2.
Politisi ingin menciptakan citra yang baik pada konstituennya.
3.
Guru ingin mengajak muridnya untuk lebih banyak membaca buku.
4.
Pemasang iklan ingin merangsang selera konsumen untuk membeli barang barang lebih banyak.
5.
Pidato kemerdekaan bung Karno memberikan semangat, rasa persatuan dari seluruh rakyat indonesia.

Contoh-contoh tersebut merupakan termasuk komunikasi persuasive. Komunikasi persuasive memerlukan pemahaman tentang factor-faktor pada diri komunikator, dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikate. Persuasive didefinisikan sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.

4.
Hubungan sosial yang baik

Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Tentu kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif.Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian, dan kekuasaan, serta cinta kasih.

Menurut penelitian, bila orang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal, maka ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, dingin, sakit fisik dan mental, dan menderita “flight syndrome (ingin melarikan diri dari lingkungannya). Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian, dan kekuasaan, serta cinta kasih.Secara singkat, kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya bisa dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.

Hasil penelitian Philip G. Zimbardo menemukan, bahwa anonimitas menjadikan orang agresif, senang mencuri dan merusak, dan kehilangan tanggung jawab sosial. Anonimitas timbul mungkin karena kegagalan komuniksi interpersonal dalam menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Supaya manusia tetap hidup secara sosial, untuk sosial survival, ia harus terampil dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal seperti persepsi interpersonal, dan hubungan interpersonal.

5.
Tindakan

Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sulit, tetapi lebih sulit lagi mempengaruhi sikap, dan jauh lebih sulit lagi mendorong orang untuk bertindak. Tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikate. Misalnya :1). Propaganda suatu parpol efektif bila sekian juta mencoblos lambing parpol tersebut; 2). Pemasang iklan sukses bila orang membeli barang yang ditawarkan; 3). Mubaligh pun boleh bergembira bila orang beramai-ramai bukan saja menghadiri masjid, tetapi juga mendirikan salat

Menimbulkan tindakan nyata memang indicator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Ia bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi faktor-faktor yangmempengaruhi perilaku manusia. (diadaptasi dari Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009).

2.3
Karakteristik Manusia Komunikan
2.3.1
Konsepsi Psikologi tentang Manusia
1.
Konsepsi Manusia dalam psikoanalisis

Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama berusaha merumuskan psikologi manusia. Ia memfokuskan perhatiannya pada totalitas kepribadian manusia, bukan pada bagian-bagian yang terpisahMenurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia Id, Ego dan Superego.

Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia—pusat instink (hawa nafsu—dalam kamus agama)Id adalah tabiat hewani manusia. Ada dua instink dominan: (1) Libido—instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; (2) Thanatosos—instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (eros), yang dalam konsep freud bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga semua yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri (narcism).

Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukan hasrat hewaninya, dan hidup sebagai wujud yang rasional dan realistik. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle).

Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Ia memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar. Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego); atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai).

2.
Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme

Behaviorisme ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Belakangan ini, teori kaum behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia—kecuali instink—adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, sebuah meja lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh permainan. Dari Aristoteles, john Locke (1632-1704), tokoh empirisme inggris meminjam konsep ini. Menurut kaum empiris, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai ‘warna mental’. Warna mental ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Bukankan idea yang menghasilkan pengetahuan, tetapi kedua-duanya dalah produk pengalaman.

3.
Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif

Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi sosial bergerak kearah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya: makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens). Kaum rasionalis memertanyakan apakah betul bahwa penginderaan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat.
Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah (mind) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima.

Rasionalisme ini tampak jelas pada aliran psikologi Gestalt di awal abad XX. Para psikolog Gestalt, seperti juga kebanyakan psikoanalis, adalah orang-orang Jerman: Meinong, Ehrenfels, Kohler, Wertheimer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia tidak memberikan respons kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan. Sebelum memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna. Mula-mula psikologi Gestalt hanya menaruh perhatian pada persepsi obyek. Beberapa orang menerapkan prinsip-prinsip Gestalt dalam menjelaskan perilaku sosial. Di antara mereka adalah Kurt Lewin, Solomon Asch, dan Fritz Heider.Heider dan Festinger membawa psikolagi kognitif ke dalam psikologi sosial. Secara singkat kita akan melihat perkembangan pengaruh psikologi kognitif ini dalam psikologi sosial, terutama untuk menggambarkan perkembangan konsepsi manusia dalam mazhab ini.

Kenyataan menunjukkan bahwa manusia tidaklah serasional dugaan di atas. Seringkali malah penilaian orang didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu rasional. Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai oleh prakonsepsi. Manusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menetapkan keputusan. Kahneman dan Tversky (1974) menyebutnya “cognitive heuristics” (dalil-dalil kognitif). Ada orang tua yang segera gembira ketika anaknya berpacaran dengan mahasiswa ITB, karena berpegang pada “cognitive heuristics” bahwa mahasiswa ITB mempunyai masa depan yang gemilang (tanpa memperhitungkan bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan masa depannya). Dari sini muncullah konsepsi Manusia sebagai Miskin Kognitif (The Person as Cognitive Miser).

Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukkan kembali “jiwa” manusia yang sudah dicabut oleh behaviorisme. Manusia kini hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan sekadar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakannya. Sampai di sini, psikologi kognitif harus memberikan tempat dan waktu buat “penceramah” berikutnya: psikologi humanistik.

4.
Manusia dalam Konsepsi Psikologi Humanistik

Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan, pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam pandangan behaviorisme manusia menjadi robot tanpa jiwa, tanpa nilai. Dalam psikoanalisis, seperti kata Freud seridiri, “we see a man as a savage, beast.Keduanya tadak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik.

Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis NeoFreudian (sebenarnya Anti-Freudian) seperti Adler, Jung, Rank, Slekel, Ferenczi; tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.

Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di marxa dia — sang Aku, Ku, atau diriku (the I, me, or myself) – menjadi, pusat: Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi rnanusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal (phenomenal field). Medan keseluruhan pengalarnan subjektif seorang manusia, yang terdiri dari pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang “bukan aku”.

Khotbah Frank menyimpulkan asumsi-asumsi Psikologi Humanistik: keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya. Sebagai penjelasan, kita akan menyajikan penjabaran asumsi-asumsi ini dalam pandangan Carl Rogers, menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut:

1.
Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
2.
individu bereaksi pada situasi sesuai dengdn persepsi ren¢ang dirinya dan dazrYianya — ia bereaksi pada “realitas” seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
3.
Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri — berupa penyempitan dan pengkakuan (rigidification) persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.
4.
Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kor.disi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta rnemilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri. (diadaptasi dari Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009).
2.3.2
Faktor-Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan prilaku manusia. Secara garis besar ada dua factor personal yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu factor biologis dan factor sosiopsikologis.

1.
Faktor Biologis

Manusia adalah mahluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan. Misalnya, ia lapar kalau tidak makan selama 20 jam, kucing pun demikian. Manusia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, sapi pun juga begitu. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, dan berswatu dengan faktor sosiopsikologis.

Menurut  Wilson, perilaku sosial manusia dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Program ini disebut ”epigenetic rules”, yang mengatur perilaku manusia seperti kecenderungan menghindari ”incest”, kemampuan memahami ekspresi wajah, samapai kepada persaingan politik. Meskipun pemikiran bahwa sosiobiologis sebagai determinisme biologis dalam kehidupan sosial, kenyataannya menunjukkan bahwa struktur biologis manusia seperti genetika, sistem syaraf, dan sistem hormonal, sangat mempengaruhi perilaku manusia. Struktur biologis manusia seperti genetika, system syaraf dan system hormonal sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia.

Struktur genetis misalnya akan berpengaruh terhadap kecerdasan, kemampuan sensasi, dan emosi,. Sistem syaraf mengatur pekerjaan otak dan pengolahan informasi dalam jiwa manusia. System hormonal bukan saja mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga mempengaruhi proses psikologis.Beberapa contoh perilaku manusia yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi adalah sebagai berikut : bercumbu,memberi makanmerawat anak dan beberapa perilaku agresifkebutuhan makan dan minumIstirahat,kebutuhan seksualkebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan menghindari sakit dan bahaya.

2.
Faktor-faktor Sosiopsikologis

Karena manusia mahluk sosial, dari proses sosialia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Ada tiga komponen yang berkaitan dengan factor sosiopsikologis ini, yaitu :

a.
Komponen Kognitif

Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi hayalan “keyakinan bahwa sesuatu itu benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman dan intuisi. Jadi kepercayaan dapat bersifat rasional dan irasional.

b.
Komponen Afektif
1.
Motif SosiogenisMotif ini sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis). Yang termasuk motif sosiogenis adalah sebagai berikut :

W.I. Thomas dan Florian Znaniecki : 1). keinginan memperoleh pengalaman baru. 2). keinginan untuk mendapat respons, 3). keinginan akan pengakuan, 4). keinginan akan rasa aman

David McClelland1). kebutuhan berprestasi, 2).kebutuhan akan kasih saying, 3). kebutuhan berkuasa

Abraham Maslow: 1). kebutuhan fisiologis, 2).kebutuhan akan rasa aman, 3). kebutuhan akan keterikatan dan cinta, 4). kebutuhan akan penghargaan, 5). kebutuhan untuk pemenuhan diri

Melvin H. Marx: 1). kebutuhan Organisme : motif ingin tahumotif kompetensimotif rpestasi, 2).Motif-motif sosialmotif ksih sayangmotif kekuasaanmotif kebebasan

Penjelasan motif-motif tersebut di atas adlah sebgai berikut :

Motif ingin tahu. Setiap orang berusaha memahami dan memproleh arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesuai. Karena kecendrungan untuk memahami dan membri arti pad apa yang dialami, bila informasi yang diperoleh bersifat terbatas, maka orang akan mencari jawaban sendiri. Orang akan menarik eksimpulan sendiri tanpa menunggu informasi itu lengkap terlebih dahulu. Misalnya bila hujan tiba-tiba turun dengan lebat siang ini, maka orang akan menafsirkannya karena tadi  pagi Pak Ali yang dermawan meninggal dunia.

Motif kompetensi. Setiap orang ingin membuktikan bahw ia mempunyai kemampuan untuk mengatasi maslah yang dihadapinya.Perasaan mampu ini sangat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. Motif kompetensi ini berhubungan erat dengan kebutuhan akan rasa aman, misalnya kita ingin memproleh jaminan masa depan, jaminan bahwa anak kita bisa sekaolah dengan baik. Bila orang sudah memenuhi kebutuhan biologinya, yakin akan masa depannya lebih baik, maka ia dianggap sudah memenuhi kebutuhannya akan kemampuan diri (kompetensi)

Motif cinta. Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal yang esensial dari perkembangan kepribadian manusia. Setiap orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebgai anggota secara sukarela. Berbagai penalitan membuktikan bahwa kebutuhan akan kasih sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku manusia yang kurang baik; orang akan menjadi agresif; kesepian; pendiam, dan akan bunuh diri.

Motif harga diri dan kebutuhan akan identitas.Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kekmampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita di manapun kita berada diperhitungkan oleh orang-orang di sekitar kita. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis seperti gelisah, impulsif, mudah terpengaruh, dan sebagainya. Kebutuhan akan nilai dan makna hidup. Dalam kehidupannya, manusia memerluakan nilai-nilai yang berguna untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupanya. Bila manusia tidak mempunyai nilai, atau bahkan kehilangan nilai, maka manusia tidak tahu tujuan hidupnya dan ia tidak mempunyai kepastian dalam bertindak.

Kebutuhan akan pemenuhan diri. Manusia bukan sajaingin mempertahankan kehidupan, akan tetapi ia juga butuh peningkatan kualitas kehidupan. Kebutuhan akan pemenuhan diri ini dilakukan melalui berbagai bentuk sebagai berikut : 1). menggunakan dan mengembangkan segenap potensi kita dengan cara kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, lukis, dan lain-lain, 2). memperkaya kualitas kehidupan daengan memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan piknik, jalan-jalan ke tempat wisata, 3).Membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di sekitar kita, 4).Berusaha ”memanusiakan” diri, dalam arti menjadi pribadi/person yang didambakan orang.

2.
SikapSikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinsikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar. Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan syaraf sebelum memberikan respon.

Beberapa kesimpulan tentang sikap adalah :

a.
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa benda, orang, tempat, gagasan, atau situasi, atau kelompok. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap.
b.
Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi.Sikap bukan merupakan rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu.
c.
Sikap relatif lebih menetap
d.
Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e.
Sikap timbul dari pengalaman, artinya tidak dibawa dari lahir, tetapi merupakan hasil belajar, oleh akrena itu sikap bisa berubah atau diperteguh.
3.
EmosiEmosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala gejala kesadaran, perilaku, dan proses fisiologis.Misalnya, bila orang yang kita cintai mencemooh kita, kita akan bereaksi secara emosional, kemudian jantung akan berdetak cepat dan napas terengah-engah, kemudian kita akan balas mencemooh atau memukulnya. Emosi tidak selalu jelek. Emosi merupakan bumbu dalam kehidupan; tanpa emosi hidup manusia kering dan gersang. Ada 4 fungsi emosi sebagai berikut :
a.
Emosi adalah pembangkit energi/energizer. Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasakan, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitakan dan memobilisasi energi kita; misalnya marah menggerakkan kita untuk menyerang, takut menggerakkan kita untuk lari, cinta menggerakkan kita untuk berdekatan dan bermesraan.
b.
Emosi adalah pembawa informasi/messenger.Bagaimana keadaan diri kita dpat kita ketahui dari emosi kita. Jika kita marah, kita mengetahui bahwa kita dierang oleh orang lain; sedih berarti kita kehilangan sesuatu atau seseorang, jika kita bahagia berarti kita memperoleh sesuatu yang kita senangi.
c.
Emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, akan tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Berbagai penelitian membuktikan bahwa ungkapan emosi dapat dipahami secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh emosinya dalam pidato dipandang lebih hidup dan menarik, dan dinamis serta lebih meyakinkan.
d.
Emosi juga merupakan sumber informasi mengenai keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan, dan emngetahuinya ketika kita merasa sehat wal afait. Kita menginginkan keindahan, dan mengetahui bahwa kita memperolehnya ketika kita meraskan kenikmatan estetika dalam diri kita.  
c.
Komponen konatif
1.
Kebiasaan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan. Kebiasaan mungkin merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali. Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berlainan dalam menanggapi stimulus tertentu. Kebiasaan inilah yang memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan.
2.
Kemauan. Menurut Richard Dewey dan W.J Humber, kemauan merupakan: 1) hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain, yang tidak sesuai dengan pencapaian tujuan; 2) berdasarkan pengetahuan tentang cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan; 3) dipengaruhi oleh kecerdasan dan energi yang diperlukan untuk mencapai tujuan; plus 4) pengeluaran energi yang sebenarnya dengan satu cara yang tepat untuk mencapai tujuan. Kemauan yang akan membuat orang menjadi besar atau menjadi orang kecil. Kemauan erat kaitannya dengan tindakan, bahkan ada yang mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan (diadaptasi dari Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009).

2.3.3 Faktor-faktor Situasional yang mempengaruhi Perilaku Manusia

1. Faktor Ekologis. Kaum determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaaan alam mempengaruhi gaya hidup dan "perilaku". Banyak orang menghubungkan kemalasan bangsa Indonesia pada mata pencaharian bertani dan matahari yang selalu bersinar setiap hari. Sebagian pandangan mereka telah diuji dalam berbagai penelitian, seperti efek temperatur pada tindakan kekerasan, "perilaku"interpersonal, dan suasana emosional. Yang belum diteliti, antara lain pengaruh temperatur ruangan pada efektivitas komunikasi.

2. Faktor Rancangan dan Arsitektural. Dewasa ini telah tumbuh perhatian di kalangan para arsitek pada pengaruh lingkungan yang dibuat manusia terhadap"perilaku" penghuninya. Satu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola komunikasi antara orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektural tertentu. Osmond dan Sommer membedakan antara desain bangunan yang mendorong orang untuk berinteraksi (sociopetal) dan rancangan bangunan yang menyebabkan orang menghindari interaksi (sogiofugal). Pengaturan ruangan juga telah terbukti mempengaruhi pola-pola "perilaku" yang terjadi di tempat itu.

3. Faktor Temporal. Telah banyak diteliti pengaruh waktu terhadap bioritma "manusia", misalnya, dari tengah malam sampai pukul 4 fungsi tubuh "manusia"berada pada tahap yang paling rendah, tetapi pendengaran sangat tajam; pada pukul 10, bila ada orang introvert, konsentrasi dan daya ingat anda mencapai puncaknya; pada pukul 3 sore orang-orang ekstrovert mencapai puncak dalam kemampuan analisis dan kreativitas. Tanpa mempengaruhi bioritme sekalipun banyak kegiatan kita diatur berdasarkan waktu; makan, pergi sekolah, bekerja, beristirahat, berlibur, dan sebagainya. Satu pesan komunikasi yang disampaikan pada pagi hari akan memberikan makna yang lain bila disampaikan pada tengah malam. Jadi yang mempengaruhi "manusia" bukan saja dimana mereka berada, tetapi juga bilamana mereka berada.

4. Suasana "Perilaku" (Behavior Settings). Selama bertahun-tahun, Roger Barker dan rekan-rekannya meneliti efek lingkungan terhadap individu. Lingkungan dibaginya ke dalam beberapa satuan yang terpisah, yang disebut suasana "perilaku". Pesta, ruangan kelas, toko, rumah ibadat, pemandian, bioskop, adalah contoh-contoh suasana "perilaku". Pada setiap suasana terdapat pola-pola hubungan yang mengatur "perilaku"orang-orang di dalamnya. Di masjid orang tidak akan berteriak keras, seperti dalam pesta orang tidak akan melakukan upacara ibadat. Dalam suatu kampanye di lapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda dari pada ketika ia berbicara di hadapan kelompok kecil di ruang rapat partainya.

5. Teknologi. Pengaruh teknologi terhadap "perilaku manusia" sudah sering dibicarakan orang. Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam"perilaku" sosial. Alvin Tofler melakukan tiga gelombang peradaban "manusia" yang terjadi sebagai akibat perubahan teknologi. Lingkungan teknologis (technosphere) yang meliputi sistem energi, sistem produksi dan sistem distribusi, membentuk serangkaian"perilaku" sosial yang sesuai dengannya (sociosphere). Bersamaan dengan itu tumbuhlah pola-pola penyebaran informasi (infosphere) yang mempengaruhi suasana kejiwaan (psychosphere) setiap anggota masyarakat. Dalam ilmu komunikasi, Marshall McLuhan, menunjukkan bahwa bentuk teknologi komunikasi lebih penting dari padaisi media komunikasi. Misalnya, kelahiran mesin cetak mengubah masyarakat tribal menjadi masyarakat yang berpikir logis dan individualis; sedangkan kelahiran televisi membawa "manusia" kembali pada kehidupan neo-tribal.

6. Faktor-Faktor Sosial. Sistem peranan yang diterapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah "faktor"-"faktor" sosial yang menata "perilaku manusia". Dalam organisasi, hubungan antara  anggota dengan ketua diatur oleh sistem peranan dan norma-norma kelompok. Besar-kecilnya organisasi akan mempengaruhi jaringan komunikasi dan sistem pengambilan keputusan. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik biologis, mempengaruhi pola-pola"perilaku" anggota populasi itu. Kelompok orang tua melahirkan pola "perilaku" yang pasti berbeda dengan kelompok anak-anak muda. Dari segi komunikasi, teori penyebaran inovasi dan teori kritik memperlihatkan bagaimana sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh struktur sosial.

7. Lingkungan Psikososial. Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan kita, akan mempengaruhi "perilaku" kita dalam lingkungan itu. Lingkungan dalam persepsi kita lazim disebut sebagai iklim. Dalam organisasi, iklim psikososial menunjukkan persepsi orang tentang kebebasan individual, keketatan pengawasan, kemungkinan kemajuan dan tingkat keakraban. Studi tentang komunikasi organisasional menunjukkan bagaimana iklim organisasi mempengaruhi hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan, atau di antara orang-orang yang menduduki posisi yang sama. Para antropolog telah memperluas istilah iklim ini ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Misalnya: Padaanggota masyarakat yang ber-synergy tinggi, maka orang belajar sejak kecil, bahwa ganjaran yang diterimanya terpaut erat dengan ganjaran kolektif. Cita-cita perorangan dicapai melalui usaha bersama. Sedangkan pada masyarakat ber-synergy rendah, mereka akan cenderung untuk individualistis. Margareth Mead, walaupun belakangan dikritik orang, mewakili aliran determinisme budaya, yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang diserap anak pada waktu kecil mempengaruhi "perilaku"nya di kemudian hari.

8. Stimuli Yang Mendorong Dan Memperteguh"Perilaku". Beberapa peneliti psikologi sosial, seperti Fredericson dan Bouffard, meneliti kendala situasi yang mempengaruhi kelayakan melakukan "perilaku"tertentu. Ada situasi yang memberikan rentangan kelayakan "perilaku"yaitu situasi yang permisif(mengijinkan) memungkinkan orang melakukan banyak hal tanpa harus merasa malu, dan situasi restriktif(bersifat membatasi) menghambat orang untuk ber"perilaku" sekehendak hatinya. Contohsituasi yang permisif (mengijinkan) misalnya ketika kita di taman, maka kita akan lebih bebas berekspresi, dibandingkan berada pada situasi restriktif (bersifat membatasi) misalnya ketika kita berada di gereja atau mesjid.

Faktor-faktor situasional di atas tidaklah mengesampingkan faktor-faktor personal. Kita mengakui besarnya pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. Tetapi manusiamemberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapinya, sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Perilaku manusia memang merupakan hasil interaksi yang menarik antara keunikan individual dengan keumuman situasional (diadaptasi dari Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Rakhmat, Jalaludin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

13

Psikologi Komunikasi

Pusat Bahan Ajar dan eLearning

 

 

Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom

http://www.mercubuana.ac.id

 

Komentar