Teknik Wawancara

PERTEMUAN 6

 

 

MODUL

Teknik Reportase & Wawancara

Oleh: Rahmadya Putra Nugraha, M.Si

 

Pokok Bahasan:

Teknik Wawancara

 

.
Definisi Wawancara

Wawancara dalam bahasa Inggris disebut Interview yaitu dari kata inter (antara) dan view (pandangan). Makna ini menunjukkan terjadi saling pandang/ kontak antara pewawancara dan yang diwawancarai. Meskipun demikian, saling pandang ini tidak selalu bermakna tatap muka, sebab wawancara telepon tidak memenuhi syarat itu. Wawancara adalah proses komunikasi manusia selaku makhluk soail. Siapa pun pasti pernah melakukan kegiatan wawancara, hanya saja dalam komunikasi radio, wawancara tidak sekedar percakapan spontan, tetapi merupakan bentuk komunikasi efektif, yang (1) dipersiapkan, (2) dilaksanakan, dan (3) hasilnya digunakan untuk kegiatan berkomunikasi juga.

Pengertian dasar wawancara dalam istilah jurnalistik adalah proses bertanya yang dilakukan oleh reporter untuk mendapatkan jawaban dari narasumber. Reporter mewakili khalayak pendengar atau pembaca media, sedangkan narasumber mewakili dirinya sebagai pihak yang berhak memberikan keterangan, termasuk didalamnya saksi kejadian, akademisi atau aparat birokrasi.
Wawancara merupakan bangunan utama dari keseluruhan kegiatan peliputan. Bahkan wawancara telah menjadi bentuk berita tersendiri, yang disebut News Interview.
Definisi yang paling sering digunakan untuk menjelaskan arti wawancara adalah suatu bentuk komunikasi tutur yang melibatkan dua pihak, satu pihak di antaranya dirancang sebagai penyampai sesuatu untuk tujuan yang serius.

B. Tujuan Wawancara

Sebuah wawancara pada dasarnya bertujuan untuk menggali fakta, alas an, dan opini atas sebuah peristiwa, baik yang sudah, sedang, maupun yang akan berlangsung. Dalam jurnalistik radio, setiap kegiatan wawancara memiliki tujuan khusus, sesuai dengan format program yang akan disiarkan.
Pakar komunikasi radio, dr. Myles Martel, membuat 8 peringkat tujuan wawancara, yaitu untuk :

1.
Memastikan kebenaran dan aktualitas fakta,
2.
Memperoleh pernyataan resmi langsung dari narasumbernya,
3.
Menggali titik pandang/ opini (point of view),
4.
Memformulasikan suatu masalah
5.
Memperoleh suara yang mewakili masyarakat,
6.
Menciptakan gaya berita bercerita,
7.
Meningkatkan citra pribadi reporter, dan
8.
Memperkuat kredibilitas radio di bidang informasi.

Tujuan lain wawancara adalah (1) untuk konfirmasi (penyeimbang), (2) melengkapi data-data yang kurang detil, (3) mendorong narasumber agar berbicara dan mengungkapkan fakta, dan (4) menyambung kesenjangan hubungan narasumber dengan media. Kejelasan tujuan wawancara sangat penting agar persiapan strategi, dan penggunaan hasilnya dapat efesien dan efektif. Kegagalan wawancara sering kali disebabkan tidak jelasnya tujuan untuk apa sebuah wawancara dilakukan : apakah untuk mendapatkan kejelasan fakta, atau sekedar menggali opini dari narasumber.
Menurut instruktur radio, Theo Stokkink, secara teknis operasional, tujuan wawancara meliputi dua hal pokok, aytiu untuk menggali :

1.
Apa yang INGIN diketahui pendengar, dan
2.
Apa yang HARUS diketahuui pendengar.

Berhasil tidaknya suatu wawancara dapat diukur dari kepekaan mencapai dua tujuan pokok di atas. Kredibilitas reporter dipertaruhkan dalam wawancara di lapangan, demikian pula kredibilitas stasiun radio pada saat penyiarannya.

C. Persiapan  Wawancara

Dari keseluruhan pembahasan dan kegiatan wawancara, persiapan merupakan jantung penentu sukses. Melakukan persiapan yang baik, berarti telah menempuh hampir 75 % proses wawancara sendiri.

Persiapan wawancara ,meliputi aspek teknis (peralatan) dan non teknis (koordinasi).
1. Persiapan Teknis, terdiri dari :

Tape Recorder/ Cassette standard, dapat berbentuk mini tape atau yang ideal berup tape dengan mikrofon terpisah. Jangan merekam terlalu lama, jika hanya memerlukan bagian-bagian penting saja.
Alat tulis, seperti bolpoin, buku catatan, kertas untuk label kaset.
Sarana komunikasi dan transportasi. Tidak ada salahnya menyiapkan tips (tidak selalu harus uang) untuk narasumber, dalam konteks membangun keakraban.
Bersikap professional, seperti menunjukkan kartu tanda pengenal, dan selalu tepat waktu, perkirakan waktu tempuh lokasi studio dengan lokasi narasumber.

Pastikan semua alat dalam keadaan siap saat wawancara dimulai, dengan melakukan percobaan sebelumnya. Misalnya, dengan meminta narasumber menyebutkan nama dan jabatannya sambil direkam. Reporter dapat juga membuat kode yang disepakati bersama, misalnya untuk kapan wawancara dimulai dan kapan berhenti, agar proses perekaman berjalan tanpa pemborosan bateraidan pita kaset.

2. Persiapan Non Teknis, meliputi :

Mempunyai pengetahuan yang memadai atas topik yang akan diperbincangkan.
Memiliki pengetahuan yang memadai terhadap profil sumber yang akan diwawancarai.
Mengadakan perjanjian langsung dengan narasumber tentang lokasi, durasi, dan tujuan wawancara itu diadakan. Jika dilakukan di studio, maka transportasi untuk narasumber perlu disiapkan.

Penguasaan reporter atas dua aspek pertama merupakan persiapan dasar suksesnya wawancara, karena hal ini akan berkaitan dengan rumusan pertanyaan yang akan diajukan, bagaimana proses komunikasi, serta alat penunjang yang akan digunakan.

D. Tahap wawancara selanjutnya menurut instruktur radio Guild, Joycelyn Mayne, adalah

1.
Merencanakan daftar dan urutan pertanyaan, dari yang umum ke khusus, sebaliknya  dari khusus ke umum atau campuran.
2.
2) membuat kata/kalimat pengantar sebelum wawancara dimulai untuk mencairkan suasana (ice breaking).
3.
Menempatkan posisi tubuh dan alat perekam sedemikian rupa sehingga menghasilkan rekaman yang baik, namun suasana yang tetap akrab harus tetap terjaga. Jarak normal antara mulut narasumber dan mikrofon antara 8 sampai 10 sentimeter.
4.
Mulailah bertanya dan menjadi pendengar yang baik. Jangan menjawab atau menyanggah. Apabila pertanyaan reporter juga akan disiarkan, maka persiapkan kalimat pertanyaan dengan  baik dan atur intonasi suara. Hal ini menyangkut kelancaran gerakan fisik saat wawancara, terutama jika menggunakan mikrofon tunggal.

E. Bentuk-bentuk Wawancara

Berdasarkan pola penyajiannya, wawancara dibagi dua, yaitu :

1.
Wawancara aktualitas, disebut juga Brand Interview/ ATI ( Audio tape Insert) berupa petikan wawancara pendek, sekitar 30 detik sampai 3 menit, untuk mendukung sebuah sajian berita aktual.
2.
Wawancara sebagai  program perbincangan atau lebih populer disebut talk show. Wawancara ini bersifat informatif sekaligus menghibur. Umumnya berdurasi sekitar 15 sampai 60 menit.

Dari segi isi, wawancara dibagi menjadi tiga :

1.
Wawancara informasi atau wawancara sebagai berita. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data faktual atas sebuah peristiwa. Bentuk ini dapat berupa hasil reportase langsung dari lapangan, atau wawancara melalui telepon dari studio.
2.
Wawancara opini, yaitu wawancara yang memusatkan perhatian pada gagasan, penilaian, dan kepercayaan narasumber atas persoalan.
3.
Wawancara tokoh,  yaitu wawancara dengan fokus pertanyaan pada aspek pribadi narasumber sebagai figure publik.

Dari segi teknis, wawancara dibagi pula menjadi :

1.
Wawancara berdasarkan perjanjian atau kesepakatan bersama.
2.
Wawancara konferensi pers. Reporter diundang panitia atau narasumber untuk menghadiri penjelasan sebuah acara atau kasus.
3.
Wawancara dilokasi peristiwa.
4.
Wawancara dari studio dengan menggunakan telepon dan sejenisnya.
5.
Wawancara siaran langsung. Reporter mengadakan wawancara yang disiarkan pada saat itu juga.
6.
Wawancara jalanan, yaitu wawancara spontan di berbagai lokasi untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap suatu isu.

Berdasarkan gaya wawancara, dapat pula dibuat kategori :

1.
Wawancara keras dan memaksa. Biasanya dilakukan oleh aparat yang sedang menyelediki kasus terhadap para tersangka.
2.
Wawancara emosional. Narasumber berada dalam situasi sensitive akibat musibah yang dialaminya, atau sebaliknya dalam keadaan marah. Wawancara jenis ini membuat kedua belah pihak harus saling berempati.
3.
Wawancara santai. Tanpa beban dan sponta, baik dari segi materi maupun kondisi narasumber. Selama wawancara berlangsung sart dengan humor. Sebagai bentuk informasi faktual dan aktual, bentuk wawancara spontan ini memiliki nilai jurnalistik tertinggi, karena nuansa alamiahnya.

Keterampilan Wawancara: Menghadapi Narasumber.

Sebelum wawancara dimulai, komunikasi dan kerja sama antara reporter dan narasumber harus terjalin dengan baik. Sebab dengan cara inilah reporter akan memperoleh informasi lebih banyak dan mendalam, baik saat wawancara perdana maupun di masa mendatang. Tidak semua narasumbber mudah didekati, dan tidak setiap saat reporter mampu menjaga komunikasi yang sudah terjalin dengan baik, sehingga diperlukan kelihaian menghadapi narasumber, yang memang terdiri dari berbagai karakter manusia. Langkah ini di dalam dunia jurnalistik disebut ice breaking atau making interviewee comfortable. Menurut pakar radio, Errol Jonathan, ice breaking adalah langkah pencairan suasana beku antara reporter dan narasumber sebelum dan saat wawancara berlangsung. Hubungan yang belum akrab dan ketegangan narasumber oleh peristiwa yang dialaminya sering kali membuat wawancara tidak berjalan normal. Untuk mengatasinya diperlukan strategi komunikasi antarpribadi, antara lain dengan :

1.
Saling memperkenalkan diri menurut budaya setempat,
2.
Mencari lokasi wawancara yang mengundang suasana santai,
3.
Memulai perbincangan informal seputar masalah yang ringan, atau menawarkan suguhan kecil yang disukai narasumber, dan
4.
Melibatkan diri dalam situasi yang dialami narasumber, sambil berupaya memahami dan mencarikan solusinya.

Dalam situasi khusus atau darurat, seperti pejabat yang tidak memiliki waktu luang atau narasumber yang memang sulit atau pelit memberikan keterangan, tidak diperlukan ice breaking. Reporter dapat langsung menanyakan pokok persoalan, dengan dua resiko yaitu dijawab oleh narasumber, atau tidak sama sekali. Masalah bersedia atau tidak bersedia menjawab pertanyaan, sepenuhnya menjadi hal narasumber, yang harus dihormati oleh reporter. Menurut instruktur radio, Ari R. Maricar, ada tujuh karakter narasumber yaitu :

1.
Narasumber emosional, menangis saat diwawancarai, atau tegang. Oleh karena itu, reporter harus membiarkan emosi itu berlalu, kemudian baru dimulai wawancara.
2.
Narasumber suka berseteru, selalu merasa diinterogasi. Menghadapi narasumber seperti ini reporter harus memberi penjelasan tentang maksud diadakannya wawancara tersebut.
3.
Narasumber segan dan malu. Reporter harus mencari penyebabnya dan segera diatasi, mungkin karena ia tidak terbiasa diwawancarai.
4.
Narasumber suka mengelak, selalu menghindari pertanyaan yang menyangkut kepentingannya. Oleh karena itu, reporter harus menciptakan humor, misalnya, “Masa dari tadi jawabannya Cuma itu-itu terus, Mas ?”
5.
Narasumber memalukan, suka berbicara jorok; bila demikian coba hentikan pembicaraan.
6.
Narasumber bingung, jawabannya ngawur, tidak fokus. Reporter harus memperjelas dan mengulangi pertanyaan, mungkin narasumber kurang jelas dengan pertanyaan yang diajukan.
7.
Narasumber pengobrol, berbicara tanpa titik dan koma, atau menjawab terlalu panjang dan bertele-tele. Oleh karena itu, ajukan soal yang hanya butuh jawaban pendek, atau potong saja pembicaraannya kalau jawabannya dinilai terlalu melebar.

KESALAHAN DALAM WAWANCARA:

Hindari hal-hal berikut ini :

Lupa Pertanyaan
Pertanyaan tertutup (dengan jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’)
Pertanyaan panjang
Pertanyaan ganda
Menjawab pertanyaan anda sendiri
Pernyataan sebelum pertanyaan
Komentar pada petanyaan
Kata-kata sensitif

Wawancara terbagi menjadi dua macam, yang pertama wawancara secara langsung dan yang kedua wawancara dengan menggunakan telephone.

Teknik wawancara:

1.
Tahu permasalahan, Untuk mengetahui permasalahan kita harus tau dulu sebab akibat dari permasalahan tersebut dengan membaca, mendengarkan, dan melihat berita-berita yang ada fungsinya untuk menambah wawasan sebelum mewawancarai seseorang.
2.
Perhatikan apa yang di ucapkan narasumber secara teliti, karena sepatah kata yang di ucapkan narasumber akan berpengaruh terhadap isi berita.
3.
Membidik lead sebuah berita sebelum mewawancarai seseorang. 
4.
Jaga tatakramajika sedang mewawancarai seseorang, kita harus sopan dan santun ketika menghadapi narasumber yang akan kita wawancarai. Serta jangan lupa perkenalkan diri dan sebutkan dari redaksi mana kita berasal dan Tanya apakah kita mengganggu narasumber, sebelum mulai mewawancarai seseorang.
5.
Kutipan pada berita (ucapan narasumber),usahakan sama persis dengan apa yang di ucapkan narasumber.
6.
Peralatan untuk wawancara di usahakan lengkap, contohnya kamera, perekam suara, dan alat tulis. Jika tidak lengkap kita akan bingung atau lupa saat membuat sebuah berita.
7.
Ingat soal-soal yang di berikan harus mengandung unsur 5W+1H.

 

1.Tips mewawancarai nara sumber;

1.
Kuasai dulu materi agar tidak blank
2.
Jika blank saat wawancara beri soal-soal lain yang berkaitan.

2. Cara menyajikan berita agar menarik, harus mengandung unsur pokok berita yaitu 5W+1H dan usahakan eksklusif dan pertama.

3. Kesulitan menjadi seorang wartawan dan cara menghadapinya:

1.
Kesulitannya adalah ketika narasumber tidak bersedia dan ketika di sangka sebagai wartawan bodrek (wartawan gadungan)
2.
Cara menghadapinya adalah dengan tidak putus asa dan percaya diri, dengan cara itulah kita bisa melanjutkan tugas kita sebagai wartawan karena kesulitan-kesulitan itulah yang di sebut dengan cobaan sebagai wartawan.

4. Nama-nama organisasi wartawan di indonesia : AJI, PWI, dan Alwari.

5. Prinsip seorang wartawan ada di kode etik wartawan (KEW), “Yang terpenting jaga harga diri seorang wartawan dengan cara kerja yang baik, dan jangan meminta-minta .”kata kang Nico.

6. Cara memacu kreatifitasseorang jurnalistik adalah dengan caramelihat, mendengar, dan membaca berita dengan teliti dan jeli baik di televisi, radio, Koran, majalah, ataupun lewat media Online.

 

 

 

Teknik Reportase dan Wawancara

Rahmadya Putra N., M.Si.

Pusat Bahan Ajar dan Elearning

Universitas Mercu Buana

 

‘12

2

 

 

 

 

Komentar