DEFINISI KRISIS, PENYEBAB DAN AKIBATNYA

DEFINISI KRISIS, PENYEBAB DAN AKIBATNYA


          Dalam kamus sehari hari kita sudah terlalu sering menemukan kata kata “krisis” yang merupakan serapan dari Bahasa Inggris “crisis”. Berbagai disiplin ilmu juga sering menggunakan istilah ini. Biasanya istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan selalu berkonotasi negatif. Krisis sendiri dapat terjadi pada siapapun dan apapun. Mulai dari krisis pada level individu misalnya krisis kepercayaan diri hingga krisis yang lebih luas seprti krisis air, pangan, kemanusiaan, rupiah, energi, hingga krisis politik ataupun ekonomi global. Bahkan dalam istilah medis, seringkali seseorang pasien yang dalam kondisi tertentu disebut “kritis” dimana istilah kritis sendiri merupakan serapan dari bahasa Inggris, crtitical, yang merupakan bentuk jamak dari istilah crisis. Ketika mendengar berbagai bentuk krisis tersebut tentu yang terbersit dalam benak kita adalah adanya suatu kondisi yang akut, parah, dan bisa berakibat fatal. Sebagai gambaran, bagi organisasi profit oriented bahkan bisa berakibat pada kebangkrutan.

         Namun apa sesungguhnya yang disebut dengan krisis? Istilah krisis berasal dari  bahasa Yunani, yakni κρίσις, merupakan setiap peristiwa yang, atau diperkirakan membawa pada, situasi yang tidak stabil dan berbahaya yang mempengaruhi individu, kelompok, masyarakat, atau seluruh masyarakat. Krisis yang dianggap sebagai perubahan negatif dalam hal keamanan, ekonomi, politik, sosial, atau lingkungan, terutama ketika mereka terjadi secara mendadak, dengan sedikit atau tanpa peringatan. Lebih longgar, krisis  adalah istilah yang berarti 'waktu pengujian atau ‘keadaan darurat' (wikipedia).

         Krisis dapat dianggap sebagai “turning point in history life, yaitu suatu titik balik dalam kehidupan yang dampaknya memberikan pengaruh signifikan, kearah negative maupun positif, tergantung reaksi yang diperlihatkan oleh individu, atau kelompok organisasi yang lebih luas. Online Merriam Webster Dictionary mendefinisikan krisis sebagai:

         The turning point for better or worse in an emotionally significant event; radical change of status in a person's life; the moment in an unstable or crucial time or state of affairs in which a decisive change is impending; one with the distinct possibility of a highly undesirable; a situation that has reached a critical phase. Krisis merupakan Titik balik (turning point) menjadi lebih baik atau lebih buruk dalam sebuah peristiwa yang cukup emosional; perubahan radikal dari status dalam kehidupan seseorang; suatu saat dalam waktu atau keadaan yang mendesak atau tidak stabil di mana perubahan yang menentukan sedang berlangsung; sesuatu dengan kemungkinan yang sangat tidak diinginkan; sebuah situasi yang telah mencapai fase kritis.

         Krisis merupakan suatu keadaan yang tidak diharapkan, yang membawa pengaruh pada keseluruhan organisasi, perusahaan atau industri. Fearn-Banks (1996:1) mendefinisikan krisis sebagai “a major occurrence with apotentially negative outcome affecting an organization, company or industry, as well as itspublics, products, services or good name.” Sementara itu  Holsti lebih melihat krisis sebagai suatu situasi yang dicirikan dengan adanya kejutan dan ancaman.  ..“situations characterized by surprise, high threat toimportant values, and a short decision time” (Dikutip dalam Guth, 1995 : 125). Sejalan dengan gagasan adanya sebuah ancaman yang tersimpan dari suatu krisis Shrivastava dan Mitroff (1987:6) mendefiniskan krisis perusahan sebagai “events that threaten their most important goals of survival and profitability”.

         Krisis menurut Linke (Linke, 1989:166) juga merupakan suatu ketidak normalan dari
konsekuensi negative yang mengganggu operasi sehari-hari sebuah organisasi. Bagi Linke,
krisis mungkin bisa berakibat pada kematian, menurunnya kualitas kehidupan, berkurangnya
tingkat kesejahteraan, dan menurunnya reputasi perusahaan.

         Krisis juga menggambarkan suatu keadaan yang tak terduga, dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi serta mengancam bagi keberlangsungan dan stabilitas organisasi. Dalam artikel berjudul " Protecting organization reputations during a crisis : The development and application of situational crisis communication theory," Coombs (2007) berpendapat bahwa krisis adalah peristiwa tiba-tiba dan tak terduga yang mengancam mengganggu kegiatan organisasi dan menimbulkan ancaman keuangan dan reputasi. Krisis dapat membahayakan para stakholders secara fisik, emosional, dan / atau finansial. Bermacam stakeholders yang terpengaruh oleh krisis, termasuk anggota masyarakat, karyawan, pelanggan, pemasok, dan pemegang saham (Coombs 2007).

          Lebih lanjut hal hal tersebut digambarkan Coombs (1999: 2-3), dengan mengutip beberapa definisi lain dari krisis, diantaranya adalah: 

• "suatu kejadian besar dengan hasil yang berpotensi negatif yang mempengaruhi organisasi, perusahaan, atau industri, serta publiknya, produk, jasa, atau name baik"; 

• "suatu peristiwa besar yang tak terduga yang memiliki hasil yang berpotensi negatif. Peristiwa tersebut dan akibatnya dapat merusak organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan, dan reputasi secara signifikan "(hal 2)

 

         Sejalan dengan hal tersebut Barton, (1993:2) juga mengemukakan bahwa krisis adalah keadaan yang tak terduga yang mengancam organisasi. Ia mengemukakan bahwa krisis adalah peristiwa besar yang tidak terduga yang secara potensial berdampak negative terhadap organisasi dan publiknya. 

         Steven Fink dalam “Crisis Management – Planning for the inevitable”, juga menguatkan adanya potensi ketidakpastian yang tinggi dari suatu krisis. Ia mengemukakan : “A crisis is an unstable time or state of affairs in which a decisive change is impending-either one with the distinct possibility of a highly desirable and extremely positibe outcome, or one with the distinct possibility of a highly undesirable outcome. It is usually a 50-50 proposition, but you can improve the odds”.

         Sementara itu Institute of Crisis management cenderung mendifinisikan krisis sebagai gangguan yang dapat mempengaruhi operasionalisasi organiasi. Berikut definisinya :“A significant business distruptions that stimulates extensive news median coverage. The resultingpublic scrutiny will affect the organization’s normal operations and also could have a political, legal, financial and governmental impact on its business”.

         Dari berbagai gambaran krisis, secara garis besar ada beberapa karakter penting dari krisis. Beberapa karakteristik penting tersebut dirangkum  Seeger, Sellnow, dan Ulmer (Seeger, Sellnow, dan Ulmer, 1998) ke dalam empat hal, yakni :

  1. Spesifik, 
  2. Tak terduga, 
  3. Peristiwa yang tidak rutin atau serangkaian peristiwa yang [menciptakan] tingginya tingkat ketidakpastian. 
  4. Ancaman atau dianggap ancaman terhadap tujuan utama organisasi. 


         Dalam sebuah studi klasik, Hermann (1963) juga menemukan indikasi hampir serupa dalam tiga (3) karakterisitik krisis yang membedakan krisis dengan suatu kondisi tidak menyenangkan lainnya, diantaranya adalah :

1.Surprise / Kejutan

Krisis terjadi tanpa diduga duga. Berlangsungnya krisis sendiri kadang sangat cepat. Kejadian demi kejadian saling susul menyusul demikian cepatnya, seolah menjadi sebuah kejutan. 

2.Threat / Ancaman

Krisis dapat mengancam individu, organisasi mulai dari yang kecil hingga yang terbesar. Krisis yang terjadi dalam lingkup perusahaan misalnya dapat mengakibatkan ancaman bagi stabilitas keuangan perusahaan, dan masih banyak lagi.

3.Short Response Time / Waktu Tanggap yang Singkat

Ketika krisis muncul, bahkan ketika masih dalam tahap warning, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali segera melakukan tanggap darurat untuk mengatasi krisis tersebut agar tidak semakin meluas dan mengakibatkan krisis yang makin besar



Ciri-Ciri Perusahaan yang Sedang Dalam Krisis 

         Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Public Relations (2005) menyebutkan bahwa perusahaan yang sedang berada dalam keadaan krisis umumnya memperlihatkan gejala-gejala penurunan produktivitas dalam segala hal. Hal tersebut karena kondisi internal perusahaan yang tidak stabil serta berbagai tekanan eksternal serta isu-isu negatif yang menghinggapi perusahaan. Berikut ini ciri-ciri perusahaan yang berada dalam krisis 

Keadaan fisik


Tidak terurus, lampu redup, toilet kotor, mobil tua, seragam petugas lama tidak diganti, pabrik bekerja di bawah titik optimal dan lain-lain.

SDM

Malas, datang dan pulang seenaknya, pemimpin jarang hadir, banyak terlihat tidak bekerja dan kongko-kongko. Tenaga yang berkualitas sudah resign.

Produk andalan

Hampir tidak ada. Hanya menyelesaikan yang sudah ada saja. Banyak retur dan defect.

Konflik

Hampir setiap hari terdengar, perasaan resah di mana-mana.

Energi

Hampir tidak ada

Demo karyawan

Tinggi, rasa takut terkena PHK

Proses hukum

Meningkat dan datang dari mana-mana

Bagian keuangan

Hidup dalam suasana stress. Dikejar tagihan-tagihan yang tak terbayar dan oleh debt collector.


Sumber : Rhenald Kasali, Change, Gramedia, 2005, hal 89



Faktor-faktor Penyebab Krisis

         Penyebab munculnya krisis sangat bervariasi. Sebagaimana disebutkan dalam Crisis Public Relatios (Nova, 2009:82), krisis yang terjadi  dalam bisnis dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan hal-hal berikut : 

1.Public Health

         Public health adalah krisis yang terjadi karena produk perusahaan ditenggarai membahayakan kesehatan atau terbuat dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa saat lalu muncul kasus bahwa Oreo menggunakan susu impor dari China yang ditengarai mengandung melamin. Isu lainnya adalah makanan impor berasal dari China yang menggunakan formalin sebagai pengawetnya. Seperti di ketahui heboh susu dan produk turunannya yang mengandung formalin telah mengguncang Cina karena telah merenggut nyawa 4 bayi dan menyebabkan sekitar 6244 bayi terkena penyakit ginjal akut.(sumber : Kompas,20 September 2008).


2.Safety and Security Issue

         Faktor keselamatan dan keamanan merupakan hal yang penting bagi perusahaan dalam melayani konsumennya. Apalagi bagi perusahaan yang bisnisnya berkaitan dengan nyawa manusia. Kelalaian terhadap dua hal di atas akan berakibat fatal. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diingankan maka perusahaan harus buat standar operasional prosedur bagi keselamatan dan kemanan konsumen. Selain itu, perusahaan harus mengikuti standard dan kemanan internasional. contoh krisis yang belum lama terjadi berkaitan dengan ambruknya pondasi gedung di Jakarta yang mengakibatkan terlukanya beberapa buruh bangunan.


3.Financial and Business Issues

         Krisis keauangan dapat terjadi dalam lingkup kecil seperti dalam internal perusahaan. Misalnya saja krisis keuangan yang terjadi pada Bank Century yang hingga sekarangnya kasusnya masih bergulir. Krisis keuangan dalam skala besar, misalnya krisis ekonomi dunia yang pernah melanda hampir semua negara negara di dunia pada sekitar tahun 1998. Krisis tersebut merupakan krisis global dan dampaknya salah satunya di Indonesia rupiah melemah mengakibatkan sektor ekonomi di Indonesia ikut bergeliat. Tak kurang PHK masal di berbagai perusahaan di seluruh Indonesia, penganguran bertambah. Pertumbuhan ekonomi turung drastis dari 7% pertahun menjadi minus 13%. Padahal setiap penurunan 1% pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan 400 ribu orang kehilangan pekerjaan.


4.Environmental Issues

         Environmental issues adalah isu-isu lingkungan yang sensitive yang dilakukan perusahaan tertentu dengan mengabaikan aturan yang berlaku. Pencemaran lingkungan oleh perusahaan biasanya akan memancing reaksi keras

dari masyarakat sekitar dan LSM yang peduli terhadap lingkungan. Demonstrasi dari masyarakat dan pressure group lainnya akan dating secara bertubi-tubi hingga menarik minat media utuk meliput. Salah satu contoh kasus krisis pencemaran lingkungan oleh PT Lapindo.


5.Business Practices and Ethics

         Dalam bisnis diperlukan etika dan kejujuran. Saat individu, organisasi, atau perusahaan mengabaikan etika dan kejujuran maka krisis pasti akan terjadi. Korupsi, mark up, suap, berbohomg, pencemaran lingkungan, merugikan masyarakat adalah sedikit dari sekian banyak perilaku bisnis yang tidak etis. Salah satu kasus menarik berkaitan dengan etika bisnis adalah kasus penggelapan pajak oleh perusahaan Grup Bakrie, yakni Kaltim Prima Coal. Disinyalir mengemplang pajak selama beberapa tahun, dan mengakibatkan kerugian negara dari sektor pajak. 


6.Worker Misconduct

         Worker misconduct adalah permasalahan yang terjadi dalam perusahaan yang berkaitan antara perusahaan dan karyawan. Karyawan sebagai publik internal perusahaan seharusnya diposisikan sebagai mitra kerja bukan sebagai tenaga kerja semata. Sebagai asset perusahaan yang terpenting perusahaan perlu menjalin hubungan baik dan memberikan total human reward kepada karyawan.Perhatian dan perlakuan yang santun kepada karyawan juga merupakan hal yang penting. Masih ingat kasus Marsinah? Ya, saat itu kasus Marsinah menjadi perhatian nasional, bahkan sempat menjadi sorotan media asing. Kasus Marsinah adalah salah satu contoh dimana hubungan dengan buruh atau karyawan bisa menjadi bumerang yang mengancam perusahaan jika hak hak mereka dilanggar.


7.Legal Issues

         Krisis bisa muncul dari isu isu yang berkaitan dengan hukum. Sebagai contoh adalah kasus hukum yang menimpa para petinggi Polri belakangan ini mau tidak mau suka tidak suka telah mencoreng wajah institusi kepolisisna RI. Dampaknya sekarang banya publik yang tidak menaruh kepercayaan lagi terhadap aparat kepolisian.Kuasa hukum memang berpotensi menurunkan citra seseorang dengan sangat drastic. Persepsi publik akan berubah 180 derajat. Kasus hukum merupakan salah satu magnet media yang kuat, apalagi jika menimpa publik figure atau tokoh masyarakat. 


8.Accident and Disaster

         Kecelakaan dapat terjadi kapan dan di mana saja. Berbagai hal bisa menjadi penyebab, baik karena human error atau permasalahan teknis lainnya. Kecelakaan pesawat Garuda di Yogyakarta beberapa tahun silam disinyalir disebabkan karena human error. Kasus tersebut sempat menjadi perhatian berbagai media massa. 


9.False Advertising

         False advertising adalah krisis yang terjadi ketika bentuk iklan yang dibuat suatu perusahaan, individu, atau organisasi justru menciptakan polemic di tengah masyarakat. Dengan kata lain secara tidak sengaja perusahaan menciptakan krisisnya sendiri. Publik bereaksi negative dan menganggap perusahaan berbohong, menyajikan

fakta yang tidak akurat, mengusung kekerasan, menyinggung perasaan publik, dan dianggap tidak melakukan edukasi yang baik bagi khalayak. Salah satu contoh kasusnya adalah iklan yang kemudian berubah menjadi bomerang bagi masyarakat, yaitu iklan Ki Joko Bodo.

1).Costumer complaints

Di berbagai media cetak local dan nasional pada kolom surat pembaca kita bisa temukan costumer complaints. Di situ kita akan menemukan berbagai complain dari konsumen yang tidak puas dengan produk atau pelayanan yang diberikan perusahaan. Kadang keluhan konsumen juga dapat muncul di surat pembaca. Selalin itu dengan berkembangnya media online saat ini banyak keluhan konsumen yang disampaikan dengan bebas. Salah satunya yang pernah menjadi kasus nasional adalah kasus keluhan Prita Mulyasari mengenai pelayanan RS Omni.

2).Out of stock products

Dalam rangka menjalankan aktivitasnya, perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku untuk memproduksi produknya. Bahan baku kemudian diolah dan diproses, baik dengan mengggunakan tenaga manusia ataupun menggunakan alat-alat produksi, seperrti mesin atau instrutur lainnya. Kekurangan pasokan bahan baku, kerusakan mesin atau kekurangan tenaga kerja dapat menghambat proses produksi yang kemudian berdampak pada jumlah produksi. Inilah yang menyebabkan kelangkaan. Kelangkaan yang menyebabkan kepanikan baik dari sisi produsen dan konsumen. Salah satu contoh kasus kelangkaan sementara produk AQUA kemasan gallon tahun 2008.

 


Dampak dari Munculnya Krisis

         Meskipun krisis tidak selalu berakhir dengan kehancuran, namun sudah pasti kehadiran krisis tidak saja memberi tekanan bagi organisasi atau perusahaan, namun juga berbagai permasalahan.  Jika dipandang dari kaca mata bisnis, suatu krisis akan menimbulkan hal-hal berikut (Ancok, 2012) :

  1. Intensitas permasalahan akan bertambah.
  2. Masalah akan menjadi sorotan public baik melalui media masa, atau informasi dari mulut ke mulut.
  3. Masalah akan menganggu kelancaran bisnis sehari-hari
  4. Masalah menganggu nama baik perusahaan.
  5. Masalah dapat merusak sistem kerja dan mengguncang perusahaan secara keseluruhan.
  6. Masalah yang dihadapi selain membuat perusahaan menjadi panic, tidak jarang juga membuat masyarakt menjadi panik.
  7. Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan interversi.


Hubungan Antara Isu, Opini Publik dan Krisis

         Sebagaimana telah dibahas dalam modul pertama dan kedua bahwa isu berkembang di tahapan awal sebelum bergerak menjadi krisis. Ibarat suatu penyakit, jika ditangani dan dikelola dengan baik isu tidak akan berkembang menjadi krisis. Namun jika tidak dikelola dengan baik dan bahkan dibiarkan berlarut larut, isu akan menjadi penyakit kronis yang dapat mematikan pasiennya.

         Isu yang tidak ditangani dengan baik, akan menggelinding liar tak terkendali. Sebagaimana dibahas dalam modul sebelumnya jika isu muncul karena harapan  publik/stakeholders terhadap organisasi tidak sesuai dengan kenyataan.  Akibatnya yang muncul adalah isu isu miring mengenai organisasi. Isu yang berkembang liar dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap organisasi. Sebagaimana Kasali menyebutkan bahwa persepsi publik ditentukan oleh faktor faktor berikut ini (Kasali, 1994) :

  • Latar belakang budaya
  • Pengalaman masa lalu
  • Nilai-nilai yang dianut
  • Berita-berita yang berkembang

         Dengan demikian dapat dikatakan jika persepsi sendiri diperoleh dari gambaran penilaian publik terhadap sesuatu. Sementara persepsi sendiri merupakan salah satu unsur penting menuju terbentuknya opini publik. Abelson (dalam Kasali, 1994) menyebutkan bahwa opini mempunyai unsur sebagai molekul opini, yakni :

  • Belief, (kepercayaan tentang sesuatu)
  • Attitude (apa yang sebenarnya dirasakan seseorang)
  • Perception (persepsi)


         Jika isu isu yang tidak dikelola dengan baik, kemudian dengan pemberitaan berbagai media menjadi berita berita yang memojokkan organisasi atau perusahaan, maka persepsi publik terhadap organisasi juga negatif. Selanjutnya persepsi publik ini menjadi cikal bakal terbentuknya opini publik yang negatif. Jika opini publik berkembang liar dan tak terkendali maka akan menggiring pada terjadinya krisis yang semakin meluas. Bryson menyebutkan bahwa persepsi stakeholder sendiri membantu mendefinisikan berbagai peristiwa atau kejadian dalam sebuah krisis (Bryson dalam Coombs, 2007, hal. 2-3)

         Opini sendiri dapat dilakukan secara aktif maupun pasif, dengan perilaku, sikap, hingga bahkan simbol-simbol seperti bahasa tubuh. Opini publik yang bersifat negatif bisa saja dalam bentuk boikot terhadap suatu produk, bahkan terhadap keselamatan dan keberadaan suatu organisasi perusahaan. Inilah puncak dari krisis. 

         Tugas public relations sendiri adalah meluruskan opini yang keliru tentang suatu institusi. Karena dalam proses manajamen isu, sangat penting bagi seorang public relations untuk memahami pentingnya mengelola opini public sehingga dapat mencegah berkembang dan meluasnya krisis, serta menggunakan pendekatan pendekatan yang dapat mempengaruhi opini publik yang telah terlanjur berkembang menjadi krisis.



Komitment Semua Manajemen dalam Menangani Krisis


a.Potensi Krisis yang Mengikuti Pertumbuhan Perusahan

         Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, krisis dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal perusahaan. Dari faktor internal perusahaan, sesungguhnya krisis memang selalu menyertai pertumbuhan perusahaan, yang berarti krisis timbul sebagai hal yang alami dan muncul pada setiap fase pertumbuhan suatu perusahaan. Seperti halnya manusia, perusahaan juga mengalami tahap-tahap pertumbuhan yang dimulai dari lahir, muda, dewasa, dan mati. Pada masa kanak-kanak, seperti halnya manusia, perusahaan akan banyak melakukan kesalahan. Pada usia lanjut, perusahaan juga menjadi kaku, loyo, dan tidak lagi sportif seperti ketika muda. Tahapan-tahapan yang dilalui perusahaan mulai dari lahir hingga masa perkembangannya disebut dengan daur hidup organisasi atau organization life cycle. Mengingat tahapan ini merupakan bagian yang selalu menyertai siklus kehidupan organisasi maka mestinya seluruh manajemen memberi perhatian khusus dalam penanganan krisis.

 

Gambar 3. Daur Hidup Organisasi dan Krisis yang Menyertainya

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/skom4327/bagan.gif

Sumber: Daft dalam Kasali, 1999.


  1. Pada tahap kewirausahaan krisis yang biasanya muncul adalah krisis cara memimpin. Pada tahap ini berkonsentrasi para pendiri perusahaan fokus pada pada kreativitas produk, teknik produksi, dan pemasaran. Di sisi lain jumlah karyawan terus bertambah. Jumlah karyawan yang terus membesar ini  sudah mulai perlu dikelola dengan baik. Pada tahap pertumbuhan ini umumnya umumnya perusahaan belum memiliki praktisi public relations karena dianggap belum diperlukan dan fungsi public relations masih dilakukan oleh pimpinan puncak. Krisis yang timbul adalah masalah manajemen internal.
  2. Pada tahap prapembentukan. Pada tahap ini krisis yang terjadi berkaitan dengan masalah pendelegasian dan pengendalian. Biasanya di sini perusahaan sudah mulai melakukan klasifikasi departemen sesuai kebutuhan lengkap dengan deskripsi tugas, hierarki, wewenang, dan struktur gaji yang pasti. Namun, seringkali pemilik atau pendiri perusahaan enggan mendelegasikan kegiatannya kepada staf, padahal ada sebagian staf yang ikut dalam proses lahirnya perusahaan sudah merasa senior, memiliki keahlian dan pengalaman di bidangnya masing-masing. Mereka karena pengalamannya,  sudah merasa memiliki hak untuk diberi otonomi dan ikut andil dalam mengatur perusahaan. 
  3. Pada tahap pembentukan, krisis yang terjadi adalah terlalu banyaknya titik rawan (red tape) yang harus dibenahi dengan kaca mata yang jernih dan objektif. Pada tahap ini organisasi terlampau birokratis yang mengakibatkan perusahaan kehilangan kepercayaan dari stakeholdersnya karena terganggunya komitmen perusahaan keluar.
  4. Pada tahap perluasan. Di tahap ini krisis yang terjadi berkaitan dengan kondisi perusahaan yang semakin menurun dan kurang berdaya menghadapi serangan dari luar. Maka yang diperlukan adalah revitalisasi di mana tugas praktisi public relations adalah melobi semua pihak (stakeholders) agar tetap percaya pada perusahaan dan para eksekutifnya.


b.Tanggung Jawab Penanganan Krisis

Karena krisis bukan semata tanggung jawab dari Public Relations, melainkan keseluruhan manajemen, maka keseluruhan manajemen harus bersinergi untuk mencegah, mengelola dan menyelesaikan krisis. Manajemen dapat menanggulangi dengan melakukan langkah-langkah berikut ini (Nova, 2009):

1).Peramalan Krisis (forcasting)

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, manajemen krisis bertujuan untuk menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidakpastian seminimal mungkin. Setiap perusahaan menghadapi masa depan yang selalu berubah dan arah perubahannya tidak bisa diduga (uncertainty condition). Untuk itu peramalan terhadap krisis (forcasting) perlu dilakukan pada situasi pra-krisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisa peluang (opportunity) dan ancaman  (threat) yang terjadi di dunia bisnis. Untuk memudahkannya manajemen dapat melakukan peramalan (forcasting) dengan memetakan krisis pada peta barometer krisis. 

 

2).Pencegahan Krisis (prevention)

Langkah-langkah pencegahan sebaiknya diterapkan pada situasi pra-krisis. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis. Namun, jika krisis tidak dapat dicegah, manajemen harus mengupayakan agar krisis tidak membahayakan jika kelak krisis betul-betul terjadi. Untuk itu, begitu terlihat tanda-tanda krisis, segera arahkan ke tahap penyelesaian.

 

3).Intervensi Krisis (intervention)

Langkah intervensi dalam situasi krisis bertujuan untuk mengakhiri krisis. Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) dilakukan pada tahap akut. Langkah-langkah pengendalian terhadap kerusakan diawali dengani identifikasi, isolasi/pengucilan, membatasi/limitation, menekan/reduction, dan diakhiri dangan pemulihan/recovery




Tahapan Krisis

         Meskipun krisis bersifat unpredictable, namun setidaknya krisis tidak bergerak spontan, ia selalu diawali dengan gejala yang kadang tidak terlihat atau terdeteksi oleh perusahaan. Karena itu berdasarkan gejala gejala yang muncul sebelum sesuatu masalah bergerak menjadi krisis, atau sebelum krisis menjadi semakin parah, organisasi atau perusahaan dapat melakukan tindakan tindakan antisipatoris.

         Tahapan krisis atau lazimnya disebut sebagai anatomi krisis didefinisikan berbeda-beda oleh sebagian ahli. Namun secara garis besar berbagai pendapat tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Umumnya tahapan diawali dari gejalan sebelum krisis dapat dikenali dengan gamblang, selanjutnya krisis sudah dapat dikenali dengan jelas, hingga masuk tahap krisis  yang meluas, dan akhirnya penyelesaian / resolusi krisis. Sebagai contoh adalah tahapan yang dikemukakan oleh Fink (1986) dan Sturges, dkk (1991) yang dinyatakan dalam empat fase. Fink mendeskripsikan krisis seperti layaknya penyakit yang menyerang tubuh manusia, dan membagi tahapan krisis sesuai dengan terminologi kedokteran yang dipakai untuk melihat stadium penyakit yang menyerang manusia sebagai berikut:

1.Tahap prodromal
2.Tahap akut
3.Tahap kronik
4.Tahap resolusi (penyembuhan)


Menurut Fink keempat tahap tersebut saling terkait dan membentuk suatu siklus. Lama waktu yang ditempuh oleh setiap tahap sangat dipengaruhi oleh sejumlah variabel seperti di bawah ini

Tubuh manusia

Krisis di Perusahaan

jenis virus

jenis bahaya

usia pasien

usia perusahaan

Kondisi kesehatan pasien

Kondisi perusahaan

Potensi untuk menerima pengobatan

Potensi untuk menerima treatment

Keterampilan dokter

Keterampilan para manajer


         Apabila krisis yang terjadi tidak terlalu parah, maka waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing fase tidak akan terlalu lama. Sebaliknya, apabila krisis yang terjadi termasuk krisis yang berat, dan juga tidak tertangani dengan baik, maka kemungkinan terburuk yang bisa dialami perusahaan adalah colapsnya perusahaan.

              Siklus terjadinya krisis dengan tahap-tahapnya dapat dilihat pada gambar 1

 


Gambar 1 Siklus Krisis



         Sebagai elemen yang sangat berperan dalam menangani krisis yang terjadi pada suatu perusahaan/organisasi, maka praktisi humas harus berupaya mempercepat masa turning point krisis dari tahap prodromal ke tahap resolusi.

 Gambar 2 Siklus yang Dikehendaki

Diadaptasi dari Steven Fink, Crisis Management (dalam Kasali, 1994)


Untuk mampu mengubah siklus menjadi seperti gambar 2 dibutuhkan diagnosis mendalam tentang krisis yang terjadi.

 1.Tahap Prodromal

         Krisis yang terjadi pada tahap ini kadang diabaikan karena perusahaan (sepertinya) masih berjalan secara normal. Tahap ini disebut juga dengan warning stage karena sesungguhnya meskipun krisis belum meledak, namun krisis sudah muncul, yakni gejala-gejala yang harus segera diatasi. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan. Apabila perusahaan mampu mengatasi gejala-gejala yang timbul, maka krisis tidak akan melebar dan memasuki fase-fase berikutnya. Namun  seandainya pada tahap ini krisis juga tidak berhasil ditangani, paling tidak perusahaan sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi tahap akut. Tahap prodromal bisa muncul dalam tiga bentuk:

Jelas sekali, misalnya karyawan  meminta kenaikan upah, ketika para manajer berbeda pendapat, atau ketika muncul selebaran gelap mengenai sisi negeatif perusahaan di masyarakat, dll

Samar-samar. Gejala yang muncul tampak samar samar sehingga sulit diinterpretasikan dan diprediksi luasnya suatu kejadian. Misalnya adanya peraturan pemerintah yang baru, munculnya pesaing baru, dsb.

Sama sekali tidak kelihatan. Gejala-gejala krisis tidak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya tidak ada masalah dan kegiatan perusahaan berjalan dengan baik. Pada bentuk ini, ada kalanya perusahaan mempunyai asumsi bahwa “sulit untuk memuaskan semua pihak”, maka merupakan hal yang wajar apabila kemudian ada pihak tertentu yang dirugikan. Namun yang membahayakan dari asumsi tersebut adalah perusahaan tidak memikirkan kerugian tersebut bisa merugikan perusahaan secara perlahan namun pasti.

 

2.Tahap Akut

         Tahap ini terjadi ketika orang mengatakan : “telah terjadi krisis”. Banyak perusahaan beranggapan pada tahap inilah krisis mulai terjadi karena tidak berhasil mendeteksi gejala krisis yang terjadi pada tahap prodromal. Pada tahap ini gejala yang semula samar atau bahkan tidak terlihat sama sekali mulai tampak jelas. Krisis akut sering disebut sebagai the point of no return, artinya apabila gejala yang muncul pada tahap peringatan (tahap prodromal) tidak terdeteksi sehingga tidak tertangani, maka krisis memasuki tahap akut yang tidak akan bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun demikian, seberapa jauh krisis menimbulkan kerugian sangat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis. Salah satu kesulitan mengatasi krisis dalam tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang datang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Tahap akut bisa dikatakan sebagai tahap antara, dimana waktunya paling pendek diantara tahap tahap lainnya. Bila tahap ini tak terselesaikan maka akan meningkat ke tahap kronis.


3.Tahap Kronis

         Apabila krisis diibaratkan badai, pada tahap ini badai telah berlalu, yang tersisa hanya reruntuhan bangunan akibat badai. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan. Tahap ini disebut juga sebagai the clean up phase atau the post mortem. Seringkali tahap ini juga diidentifikasi sebagai tahap recovery atau selfanalysis. Tahap ini ditandai dengan perubahan struktural, seperti penggantian manajemen, penggantian pemilik, atau bahkan mungkin juga perusahaan dilikuidasi. Perusahaan harus segera mengambil keputusan apakah akan mau hidup terus atau tidak. Kalau ingin hidup terus tentu perusahaan harus sehat dan mempunyai reputasi yang baik. Tahap ini jika diatasi oleh seorang manajer krisis yang handal bisa saja keadaan membaik, selanjutnya tahap ke arah penyembuhan atau resolusi mulai terlihat. 

4.Tahap Resolusi (penyembuhan)

         Merupakan tahap pemulihan kembali kondisi perusahaan. Harus dicatat bahwa dari berbagai riset juga ditemukan bahwa dalam tahap ini krisis tidak akan berhenti begitu saja. Karena tahap-tahap krisis ini merupakan siklus yang berputar, maka bila telah memasuki tahap resolusi perusahaan tetap harus waspada bila proses penyembuhan tidak benar-benar tuntas, krisis akan kembali ke tahap prodromal.



         Sementara itu Gonzales- Herrero dan Pratt (1995) menganalogikan krisis seperti tahapan kehidupan biologis manusia: kehamilan, kelahiran, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan (kematian). Ada sedikit kemiripan dengan tahapan Fink.Tahapan krisis tersebut adalah sebagai berikut :

1.“Crisis build up” (Sturges, dkk 1991) atau pedromal periods (Fink, 1986)

Pada tahapan ini gejala atau tanda-tanda krisis mulai muncul. Pada tahapa ini jika gejala gejala yang muncul cepat dikenali dan diatasi maka terjadi crisis abortion (Gonzales – Herrero & Pratt, 1995). Seorang petugas Public Relations perlu melakukan strategi berikut ini :

  • Melakukan pemantauan terhadap lingkungan untuk mengetahui kecenderungan yang
  • berkembang yang mungkin mempengaruhi organisasi
  • Mengumpulkan data masalah yang potensial menimbulkan kesulitan bagi organisasi
  • Mengembangkan strategi komunikasi dan berkonsentrasi untuk mencegah munculnya krisis. Jika perusahaan dapat cepat bergerak mengatasi ini, maka besar kemungkinan tidak akan terjadi krisis.

 

2.“Crisis Breakout” atau Acute Crisis.

Pada tahap ini telah tampak kejadian yang menyebabkan perusahaan mulai mengalami kerugian. Tahap ini dikatakan Fink sebagai tahap the pint of no return. Atau tahap krisis actual. Dalam tahap ini kerusakan benar-benar telah terjadi. Jika kemudian perusahana tidak dapat mengatasinya, maka kerusakan lanjutan hanyalah masalah waktu. Lebih lanjut pada tahap ini korban-korban mulai terlihat. Bisa dalam bentuk kematian, kerusakan property, kerusakan lingkungan dan sebagainya. Pada tahap inilah manajemen perusahaan menghadapi ujian yang sangat berat. Penanganan dalam tahap ini lebih sulit dibanding penanganan pada tahap sebelumnya. Pada awalnya, umumnya perusahaan mungkin mencoba menolak adanya krisis, tetapi pada akhirnya organisasi harus menyadari dan mengakui bahwa pada tahap ini krisis memang benar-benar telah terjadi dan tidak bisa mereka hindari.


3.“Abatement” (peredaan) atau chronic crisis stage”.

Tahap ini sering juga disebut sebagai tahap transisi atau‟ clean up stage” . Organisasi berusaha untuk menangani atau berusaha kembali dengan melakukan perubahan-perubahan penting. Pada tahap ini perusahaan mungkin harus menyelesaikan tuntutan berbagai pihak yang misalnya berbentuk pemberian kompensasi, ganti rugi, cash and carry, dan masalah-masalah hukum lainnya. Tahap ini dapat berlangsung sangat lama, dan melelahkan, dan bahkan lebih lama dari tahap krisis sesungguhnya. Sebagai contoh adalah penentuan ganti rugi dari para korban yang kadang memakan waktu yang cukup lama Apalagi kalau melalui proses peradilan. Sebagai contoh saat Lapindo melakukan proses penggantian tanah dari warga yang terkena luapan lumpur. Mulai dari proses pengajuan dari warga yang harus melengkapi dengan surat surat hak milik dsb. proses


4.“Crisis resolution stage” atau “termination stage”

Yaitu adalah tahap dimana terdapat  tanda-tanda penyelesaian akhir yang menandakan bahwa krisis tidak lagi merupakan ancaman bagi organisasi. Ibarat orang sakit, perusahaan sudah menunjukkan proses kesembuhan. Dalam tahap ini bisa dikatakan bahwa krisis sudah mulai reda. Namun demikian krisis dapat kembali muncul. Oleh karena itu perusahaan harus tetap ekstra hati hati. Perusahaan harus menaruh perhatian pada berbagai publiknya. Melanjutkan pemantauan terhadap masalah sampai intensitas masalah yang muncul berkurang, melanjutkan perhatian pada media dengan mensupport informasi yang dibutuhkan oleh media terkait dengan berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen, mengevaluasi rencana penanganan krisis, jika memang ada, menjadikan umpan balik yang ada sebagai amsukan untuk perencanaan krisis dimasa mendatang dan mengembangkan strategi komunikasi jangka panjang untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh krisis yang terjadi (Gonzales-Herrero & Pratt, 1995 : 29)



         Selain tahapan krisis sebagaimana yang dikemukakan oleh Fink, tahapan lain yang juga menarik untuk dikaji adalah sebagaimana yang diungkapkan dalam Crisis Public Relations (Nova, 2009:110). Di sini bahkan sebelum krisis terjadi, sudah dapat diidentifikasi benih benih permasalahan yang diprediksi dapat berpeluang menjadi krisis. Berikut tahapan tersebut :

1. Tahap pre-crisis (sebelum krisis)

Tahap ini adalah kondisi sebelum sebuah krisis muncul. Sebenarnya di sini benih krisis sudah ada sehingga jika muncul suatu kesalahan yang kecil saja, krisis dapat terjadi. Namun benih yang mulai timbul pada tahap ini biasanya tidak diperhatikan karena beberapa aspek dalam perusahaan memang penuh resiko. Selain itu perusahaan tidak mempunyai perencanaan menghadapi krisis. 

2. Tahap warning (peringatan)

Tahap ini dianggap sebagai salah satu tahap yang paling penting dalam daur hidup krisis. Di sini untuk pertama kalinya suatu masalah dikenali, dapat dipecahkan, diakhiri selamanya atau dibiarkan berkembang menuju kepada kerusakan yang menyeluruh. Krisis dapat dengan mudah muncul pada tahap ini karena ketakutan menghadapi badai resiko yang mungkin terjadi dan menganggapnya tidak ada. Karena itu reaksi yang umun terjadi pada tahap ini adalah kaget, menyangkal atau pura-pura merasa aman.

3. Tahap acute (akut)

Pada tahap ini krisis mulai terbentuk, media dan publik mulai mengetahui adanya masalah. Jika krisis sudah sampai pada tahap ini, perusahaan tidak dapat berdiam diri karena sudah mulai menimbulkan kerugian. Pada tahap inilah berbagai tindakan manajemen untuk mengatasi krisis sudah harus digunakan. Seorang manajer krisis mestinya memiliki skill dan keahlian yang cukup untuk mengatasi krisis dalam tahap ini. Jika tidak maka sudah terlambat bagi manajemen mengatasi krisis di tahap ini yang dapat berakibat fatal bagi perusahaan.

4. Tahap clean-up (pembersihan)

Tahap ini merupakan tahap pemulihan bagi perusahaan atas berbagai kerugian yang ditimbulkan selama krisis berlangsung. Apapun yang masih bisa diselamatkan , baik sisa produk (jika dapat diaplikasikan), reputasi, citra perusahaan, kinerja,dan lini produksi harus diupayakan oleh perusahaan. Saat pemulihan, perusahaan harus menghadapi hal-hal yang terkait dengan hukum, media, tekanan publik, dan litigasi. 

5. Tahap post-crisis (sesudah krisis)

Tahap ini adalah tahap awal sama seperti saat perusahaan seharusnya bereaksi saat suatu krisis muncul ke tahap warning. Jika sejak awal tidak dihentikan, krisis akan terjadi. Namun, jika perusahaan dapat memenangkan kembali kepercayaan publik dan dapat beroperasi kembali dengan normal maka secara formal dapat dikatakan krisis telah berakhir.




Pengenalan Langkah-Langkah Pengendalian dan Pengelolaan Krisis


         Saat krisis telah menjangkiti suatu organisasi, tidak ada jalan lain kecuali segera melakukan langkah langkah pengendalian dan pengelolaan krisis. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis adalah sebagai berikut:

1.Identifikasi Krisis

Praktisi PR melakukan identifikasi krisis dengan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat, maka penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat. Untuk itu harus diusahakan kesimpulan atas identifikasi krisis yang terjadi ditarik pada hari yang sama saat data dikumpulkan. Keahlian khusus dibutuhkan praktisi humas untuk dapat menjalankan identifikasi krisis. Misalnya keahlian dalam hal jurnalistik yang umumnya dimiliki oleh para jurnalis. Untuk dapat menjalankan hal ini, seorang public relations bekerja layaknya dokter yang melakukan diagnosis, meneliti gejala dan set back untuk memperoleh gambaran yang utuh. Untuk mengidentifikasi krisis perusahaan dapat melakukan konsultasi dengan pihak pihak terkait yang ada di luar perusahaan seperti konsultan, akademisi, peneliti, dll.

 

2.Analisis Krisis

Analisis krisis dilakukan sebelum seorang public relations mengambil berbagai strategi dan tindakan komunikasi. Setelah data berhasil diperoleh, tugas praktisi public relations selanjutnya adalah menganalisis krisis yang dilakukan baik secara parsial maupun integral. Oleh karena itu dalam tahap ini dibutuhkan kemampuan membaca permasalahan yang baik. Analisis yang dilakukan juga mempunyai cakupan luas, meliputi analisis passial hingga analisis integral yang saling kait mengkait.

 

3.Isolasi Krisis

Krisis bisa identikkan sebagai penyakit, dan bahkan bisa juga bersifat menular. Oleh karena itu agar penyakit tidak menular dan menyebar luas, perlu dilakukan isolasi krisis, atau dikarantina sebelum akhirnya dilakukan tindakan pengobatan.

   

4.Pilihan Strategi

Sebelum mengambil langkah pengendalian krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada tiga strategi generik yang dapat dilakukan untuk menangani krisis, yaitu:

a).Defensive Strategy (Strategi Defensif) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Mengulur waktu
  • Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile)
  • Membentengi diri dengan kuat (stone walling)

b).Adaptive Strategy (Strategi Adaptif) dengan langkah-langkah yang mencakup hal-hal yang lebih luas sebagai berikut:

  • Mengubah kebijakan
  • Modifikasi operasional
  • Kompromi
  • Meluruskan citra

c).Dynamic Strategy (Strategi Dinamis), strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah:

  • Merger dan akuisisi
  • Investasi baru
  • Menjual saham
  • Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
  • Menggandeng kekuasaan
  • Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian


5.Program Pengendalian

         Program pengendalian merupakan langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh hari sebelum krisis muncul, yakni sebagai panduan (guidence) agar para eksekutif dapat mengambil langkah yang pasti. Berbeda dengan strategi generik, program pengedalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.

Implementasi pengendalian diterapkan pada:

  • Perusahaan (beserta cabang)
  • Industri (gabungan usaha sejenis)
  • Komunitas
  • Divisi-divisi perusahaan







Daftar Pustaka

Ancok, Djamaluddin, http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/kiat-menghadapi-krisis-dalam-perusahaan/

Coombs, W. T. (2007). Ongoing crisis communication: Planning, managing, and responding. Thousand Oaks, CA: Sage, dalam Defining Crisis Communication, http://www.sagepub.com/upm-data/37705_1.pdf

Institute for Crisis Management, http://www.crisisexperts.com/

Fearn-Banks, K. 1996. Crisis Communication : A Case book Approach. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum

Gonzales-Herrero, A and Pratt, C.B. 1995. How to Manage a crisis before or whenever – Public Relations Quaterly. Spring

Guth, D.W. 1995. “Organizational Crisis Experience and Public Relations Roles”. Public Relations Review, Vol, 21 (2)

Hermann, C. F. (1963). Some consequences of crisis which limit the viability of organizations.Administrative Science Quarterly, 8, 61–82, dalam Defining Crisis Communication, http://www.sagepub.com/upm-data/37705_1.pdf

Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti, 1994, 1999

Kasali, Rhenald, Change, Gramedia, Jakarta, 2005κρίσις, Henry George Liddell, Robert Scott, A Greek-English Lexicon, on Perseus

Merriam webster online http://iml.jou.ufl.edu/projects/fall01/Olilla/define.htm

Nova, Firsan, Crisis Public Relations, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009

Seeger, M. W.; Sellnow, T. L.; Ulmer, R. R. (1998). "Communication, organization, and crisis". Communication Yearbook 21: 231–275, dalam Defining Crisis Communication, http://www.sagepub.com/upm-data/37705_1.pdf


 



Komentar