KRISIS DAN PENGELOLAANNYA

KRISIS DAN PENGELOLAANNYA  

         

         Manajemen public relations pada dasarnya  adalah proses  perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian suatu kegiatan komunikasi. Proses manajemen pubic relations biasa dilakukan oleh seorang praktisi dalam kegiatan public relations. Menurut Frank Jeffkins, public relations merupakan segala sesuatu yang terdiri dari semua bentuk komunikasi berencana, baik ke dalam maupun ke luar, untuk mencapai tujuan khusus, yaitu pengertian bersama (dalam Ruslan, 2008).

         Pengelolaan krisis sendiri merupakan salah satu bagian penting dari proses majamenen public relations. Public relations sebagai fungsi komunikasi berkaitan erat dengan peran teknis dalam penyelesain krisis. Sementara itu sebagai fungsi manajemen public relations beraperan penting dalam pengambilan keputusan manajemen berkaitan dengan penyelesaian krisis. 

         Berkaitan dengan fungsi komunikasi, PR harus memiliki skill khusus dalam penanganan krisis, karena proses ini melibatkan proses yang panjang mulai dari prencanaan hingga evaluasi. Pengelolaan krisis sendiri dimulai dari identifikasi, analisis, isolasi, program strategis, program pengedalian krisis hingga evaluasi. Berikut langkah-langkah pengelolaan krisis:


A.Identifikasi Krisis

         Sebelum suatu krisis bergerak semakin liar dan tak terkendali, suatu organisasi sudah selayaknya memiliki langkah langkah antisipasi yang dapat digunakan untuk mengendalikan krisis agar tak meluas dan semakin liar. Namun jika gagal dalam pencegahan tersebut, maka tidak ada jalan lain organisasi harus segera turun tangan. 

         Praktisi PR melakukan identifikasi krisis dengan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat, maka penelitian harus dilakukan secara informal dan kilat. Untuk itu harus diusahakan kesimpulan atas identifikasi krisis yang terjadi ditarik pada hari yang sama saat data dikumpulkan. Keahlian khusus dibutuhkan praktisi humas untuk dapat menjalankan identifikasi krisis. Misalnya keahlian dalam hal jurnalistik yang umumnya dimiliki oleh para jurnalis. Untuk dapat menjalankan hal ini, seorang public relations bekerja layaknya dokter yang melakukan diagnosis, meneliti gejala dan set back untuk memperoleh gambaran yang utuh. Untuk mengidentifikasi krisis perusahaan dapat melakukan konsultasi dengan pihak pihak terkait yang ada di luar perusahaan seperti konsultan, akademisi, peneliti, dll

         Karena itu langkah pertama yang harus diambil organisasi adalah segera membentuk tim manajemen krisis yang dapat bekerja cepat. Tugas utama yang harus dilakukan oleh tim krisis adalah melakukan identifikasi krisis dan menilai krisis yang tengah terjadi, untuk selanjutnya dari hasil penilaian itu digunakan untuk menentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Terdapat enam langkah yang sebaiknya diambil dengan segera (Nova):

  1. Melakukan penilaian yang objektif terhadap penyebab krisis
  2. Menentukan apakah penyebab terjadinya krisis memiliki dampak jangka panjang atau hanyalah fenomena sesaat.
  3. Perhitungkan setiap kejadian dalam krisis.
  4. Memusatkan perhatian pada upaya menyelesaikan masalah.
  5. Lihat peluang yang ada, mungkin ada kesempatan yang dapat diambil.
  6. Sesegera mungkin bertindak untuk melindungi cash flow perusahaan.

         Dari penentuan posisi, selanjutnya yang perlu dipertimbangkan adalah berbagai konsekuensi (misalnya, hukum, keuangan, public relations, efek pada administrasi, efek pada operasi), ruang lingkup krisis, dsb. Oleh karena itu salah satu keterampilan yang paling penting di saat suatu perusahaan sedang dalam situasi krisis adalah kemampuan untuk menentukan apakah, kapan dan tingkat berapa krisis telah menyerang, diantaranya sebagaimana dimuat dalam ivey business journal :

  1. Apakah ini benar benar suatu krisis, atau hanya masalah bisnis yang muncul ke permukaan?
  2. Apakah terbatas pada area lokal, atau apakah memiliki potensi untuk menjadi situasi kepentingan nasional atau internasional?
  3. Apakah seseorang telah memverifikasi insiden atau krisis tersebut?
  4. Apa implikasi hukumnya?
  5. Berapa jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk mengelolanya?


         Sementara itu Jamaludin ancok menyebutkan adanya upaya kuratif yang dapat dilakukan oleh manajemen di saat krisis mulai muncul. Upaya ini dapat dilakukan oleh perusahaan dalam beberapa langkah diantaranya :

  1. Mengidentifikasi krisis, kemudian 
  2. Mengisolasi krisis 
  3. Menangani krisis.

         Pengidentifikasian krisis menurut Jamaludin Ancok merupakan tahapan yang cukup penting karena beberapa alasan diantaranya adalah :

  • Pertama, tanpa adanya kejelasan faktor yang merupakan krisis maka akan sulit untuk mengatasi krisis. 
  • Kedua dengan mengidentifikasi factor yang menjadi aspek penting krisis, perusahaan dapat mengetahui apakah krisis tersebut dapat ditangani atau tidak. Daripada membuang energi untuk menangani krisis yang jelas bakal tanpa memberikan hasil, perusahaan dapat melihat ke hal lain yang kiranya dapat mengurangi dampak krisis.


         Harus disadari bahwa dikala perusahaan terkena krisis, banyak problem lain yang menyertainya yang merupakan krisis-krisis lainnya. Oleh karena itu krisis yang utama tersebut harus didentifikasi.

         Ada tiga elemen yang paling umum untuk mendefinisi krisis: ancaman bagi organisasi, unsur kejutan, dan keputusan waktu singkat. Berbeda dengan manajemen risiko, yang melibatkan menilai potensi ancaman dan menemukan cara terbaik untuk menghindari ancaman. Sementara manajemen krisis berurusan dengan ancaman yang telah terjadi. Jadi manajemen krisis dalam pengertian yang lebih luas merupakan sebuah keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi situasi yang serius, terutama dari saat pertama kali terjadi sampai ke titik pemulihan kembali.

         Untuk itu, selama proses penyusunan manajemen krisis, sangat penting untuk mampu mengidentifikasi jenis krisis dalam berbagai situasi yang berbeda-beda dan menggunakan berbagai macam strategi manajemen krisis yang berbeda. Perlu diketahui memprediksi krisis memang sangat sulit, tapi mengidetifikasi macam-macam krisis sangatlah mudah dan bisa dikelompokkan. Lerbinger[2] mengkategorikan ada tujuh jenis/tipe krisis :

  • Bencana alam
  • Teknologi krisis
  • Konfrontasi
  • Kedengkian (Malevolence)
  • Krisis karena Manajemen yang Buruk (Crisis of skewed management value)
  • Krisis adanya penipuan (deception)
  • Kesalahan manajemen (management misconduct)

         Bencana alam atau Krisis alam sering dianggap sebagai tindakan dan kehendak Tuhan (the act of God). Krisis yang disebabkan oleh faktor alam ini merupakan fenomena lingkungan, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tornado, badai, banjir, tanah longsor, tsunami yang mengancam kehidupan, harta, dan lingkungan itu sendiri.

         Krisis Teknologi merupakan krisis yang timbul atau terjadi akibat aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (application of science). Bencana tehnologi biasanya terjadi apabila terdapat kesalahan satu sistem yang mengakibatkan gangguan pada sistem yang lain sehingga merusak keseluruhan tehnologi. Krisis teknologi sering terjadi karena kesalahan manusia (human error) mengingat semakin kompleksnya jalinan antar sistem tehnologi. Ketika terjadi bencana tehnologi, orang selalu dengan  mudahnya dan cenderung menyalahkan tehnologi karena adanya kegagalan dalam sistem sebagai alasan pembenaran untuk menghindari pertanggungjawaban atas bencana yang terjadi.

         Krisis konfrontasi terjadi ketika ada usaha perlawanan oleh individu atau beberapa individu yang ditujukan kepada pemerintah dan atau kepada berbagai kelompok kepentingan agar mau memenuhi tuntutan dan harapan mereka. Jenis umum krisis konfrontasi adalah berupa boikot, sabotase, pendudukan, ultimatum, blokade atas pembangunan pekerjaan dan demontrasi.

         Krisis kedengkian biasanya  terjadi saat pihak atau lawan saingan menggunakan cara-cara kriminal atau tindakan-tindakan ekstrim lainnya seperti berbuat represif dan mengancam. Tujuannya adalah  untuk mengekspresikan permusuhan, kemarahan dan ketidaksukaan sehingga membuat situasi menjadi tidak stabil baik kepada negara, organisasi, perusahaan, atau sistem ekonomi supaya sistem tidak berjalan. Contoh krisis yang termasuk dalam kategori ini adalah tindakan terorisme, premanisme, perusakan produk, penculikan, menyebarkan rumor, dan aksi spionase.

         Krisis karena kelakuan buruk organisasi terjadi ketika manajemen mengambil tindakan dengan sengaja yang dapat merugikan stakeholder  tanpa memperdulikan resiko atas tindakan yang dilakukannya. Lerbinger membagi ke dalam  tiga jenis krisis kelakuan buruk organisasi, yaitu krisis nilai manajemen yang miring (skewed of management value), krisis penipuan (deception), dan krisis kesalahan manajemen (misconduct)[3].

  • Pertama, Krisis nilai-nilai manajemen yang miring muncul saat manajer membuat kebijakan demi keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan nilai-nilai sosial yang lebih luas seperti investor dan para stakeholder.
  • Kedua, Krisis penipuan terjadi ketika manajemen menyembunyikan atau salah mengartikan informasi tentang dirinya sendiri dan produknya kepada para konsumennya.
  • Ketiga, Beberapa krisis tidak hanya disebabkan karena adanya nilai-nilai miring manajemen dan penipuan melainkan juga karena adanya perbuatan melawan hukum yang disengaja dilakukan atau bertindak ilegal.

         Untuk mengisolasi ‘krisis utama’ dari krisis lainnya langkah berikut dapat dilakukan. Pertama masing-masing anggota Tim Krisis Manajemen menanyakan kepada diri sendiri beberapa pertanyaan berikut ini. Selanjutnya pertanyaan tersebut dinilai dengan menggunakan bantuan skala pengukur ‘Crisis Impact Values’ seperti contoh berikut. 

 

  1. Adakah kemungkinan krisis akan berkembang semakin serius bila tidak diambil tindakan apa-apa?

Tidak Berkembang     

Sangat Berkembang

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Berapa Besar Kemungkinan Diatas Terjadi?

Sangat Tidak Mungkin

Sangat Mungkin

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

 

 

  1. Apakah krisis akan menarik pihak luar (seperti media-massa, perubahan lain yang merupakan saingan, atau pemerintah) yang justru merugikan perusahaan ?

Tidak Menarik Pihak Luar     

Sangat Menarik Pihak Luar

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Berapa Besar Kemungkinan Diatas Terjadi?

Sangat Tidak Mungkin

Sangat Mungkin

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

 

 

  1. Apakah krisis akan menganggu kegiatan perusahaan secara serius ?

Sangat Tidak Mengganggu     

Sangat Mengganggu

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Berapa Besar Kemungkinan Diatas Terjadi?

Sangat Tidak Mungkin

Sangat Mungkin

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

 

 

  1. Apakah keadaaan akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan ?

Sangat Tidak Kehilangan Kepercayaan

Sangat Kehilangan Kepercayaan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Berapa Besar Kemungkinan Diatas Terjadi?

Sangat Tidak Mungkin

Sangat Mungkin

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

 

 

  1. Apakah keadaan akan merusak sendi-sendi perusahaan? (tidak hanya dalam artian keuangan, tetapi juga menurunnya semangat kerja karyawan)

Sangat Tidak Merusak

Sangat Merusak

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Berapa Besar Kemungkinan Diatas Terjadi?

Sangat Tidak Mungkin

Sangat Mungkin

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

 

Selanjutnya skor untuk masing-masing pertanyaan harus dikalikan dengan skor kemungkinan hal tersebut akan terjadi. Misalkan skor untuk pertanyaan satu adalah 7 dan skor kemungkinan terjadi adalah 9, maka skor perkalian untuk pertanyaan satu menjadi 7 x 9 = 63.

Untuk membuat kemampuan skala ‘Crisis Impact Value’ lebih baik tingkat presisinya, perlu pula pembobotan terhadap tingkat keseriusan dampak krisis. Masing anggota Tim akan mempunyai skor total, yang merupakan jumlah perkalian skor pertanyaan, skor kemungkinan, dan skor bobot masing-masing pertanyaan. Tingkat keseriusan krisis adalah skor rata-rata dari skor total yang diberikan oleh beberapa anggota Tim (Ancok, 2008)



B. Analisis Krisis

         Menurut Kasali (1994) analisis krisis dilakukan sebelum seorang public relations mengambil berbagai strategi dan tindakan komunikasi. Setelah data berhasil diperoleh, tugas praktisi public relations selanjutnya adalah menganalisis krisis yang dilakukan baik secara parsial maupun integral. Oleh karena itu dalam tahap ini dibutuhkan kemampuan membaca permasalahan yang baik. Analisis yang dilakukan juga mempunyai cakupan luas, meliputi analisis parsial hingga analisis integral yang saling kait mengkait.

         Ketika krisis masih berada dalam tahap pra krisis atau belum menjadi suatu krisis akut, bisa dianalisis melalui beberapa pertanyaan dengan menggunakan formula 5W + 1H dan dideskripsikan melalui suatu laporan yang mendalam (in-depth reporting).

a) What - Apa penyebab terjadinya krisis itu
b) Why – Kenapa krisis itu bisa terjadi
c) Where and when – Dimana dan kapan krisis tersebut mulai
d) How far – Sejauh mana krisis tersebut berkembang
e) How – Bagaimana krisis itu terjadi
f) Who – Siapa-siapa yang mampu mengatasi krisis tersebut, apa perlu dibentuk suatu tim penanggulangan krisis

         Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah untuk menganalisis penyebab, mengapa dan bagaimana, sejauh mana perkembangan krisis itu terjadi, di mana mulai terjadi hingga siapa-siapa personel yang mampu diajak untukn mengatasi krisis tersebut. Langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mengatasinya melalui analisis lapangan secara logis, informatif dan deskriptif.

         Setelah itu, PR beserta “team work yang solid” menarik suatu kesimpulan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kesimpulan yang diperoleh selajutnya digunakan untuk membuat perencanaan tindakan (action plan) dan strategi komunikasi krisis yang akan ditempuh perusahaan baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

         Dalam jangka pendek, misalnya pada kasus yang dialami Johnson & Johnson saat produk tylenol nya tercemar racun sianida. Tindakan pertama (main action) dari pihak perusahaan adalah penarikan segera semua produk (product recall) di pasar, baik yang tercemar maupun tidak tercemar racun, untuk menghindarkan jatuhnya korban baru secara cepat dan tepat. Tak tanggung tanggung pada saat itu J&J menarik setidaknya 31 juta kemasan tylenol yang sudah terlanjur beredar di pasar. Tindakan ini diambil bukan untuk tidak saja untuk mencegah korban berjatuhan yang bisa menjadi semakin besar, namun juga untuk melakukan penyelidikan atas produk produk tersebut. 

         Sementara itu dalam kasus Pepsi Cola dimana diisukan bahwa dalam produk minuman Pepsi Cola ditemukan jarum suntik, PepsiCola meyakini bahwa rumor tersebut tidak benar, sehingga strategi yang ditempuh perusahaan adalah menggandeng pihak ketiga, yakni FDA (Food and Drug Association) atau Balai Pengawasan Obat dan Makanan di Amerika. Baik PepsiCo dan FDA meyakini bahwa laporan tersebut adalah rekayasa , sehingga perusahaan muncul di depan publik dengan tegas, dan bersikukuh membela diri terhadap tuduhan tersebut



C. Isolasi Krisis

         Ibarat penyakit menular, krisis yang timbul  harus diisolasi agar dampaknya tidak meluas, dan menjadi krisis yang makin akut dan makin sulit disembuhkan. Jika seseorang menderita suatu penyakit, maka dokter harus segera melakukan tindakan kuratif untuk membatasi tingkat penyebaran agar penyakit tidak semakin parah. Ibarat orang yang sakit kanker, area yang terkena kanker harus segera diisolasi agar tidak menyebar ke jaringan yang masih sehat. Isolasi juga harus dilakukan untuk membatasi agar tidak menular ke orang lain. Misalnya saja pada kasus flue burung, penderita harus diisolasi dalam tempat khusus,  sehingga penyakitnya tdak menular ke orang lain. 

         Demikian pula pada krisis yang terjadi dalam perusahaan atau organisasi, seorang praktisi PR yang disewa dari konsultan PR maupun internal PR harus memliki skill layaknya seorang dokter yang melakukan tahapan identifikasi gejala krisis, dan melakukan analisis penyakit diderita ataupun jenis krisis yang menimpa perusahaan, seberapa ganas atau berbahaya bagi kelangsungan perusahaan, dll. 

        Selanjutnya dari hasil analisis tesebut, seorang PR harus dapat melakukan tindakan tindakan kuratif, yakni mengisolasi atau membatasi krisis agar tidak menular pada sendi sendi kehidupan perusahaan lainnya. Sebagai contoh pada pada kasus tylenol yang menimpa Johnson and Johnson, dimana setelah kasus tewasnya sejumlah orang yang mengkonsumsi tylenol, perusahaan sempat mengalami kasus serupa. Namun tindakan manajemen J&J yang dinilai sangat efektif adalah segera menawarkan penukaran ke dalam bentuk tablet atau pengembalian uang bagi konsumen yang telah terlanjur membeli Tylenol untuk memulihkan kepercayaan terhadap perusahaan.

         Tindakan selanjutnya, pihak J&J mengontrol reaksi konsumen atas berita-berita negatif yang muncul di berbagai media massa, berupaya untuk mengurangi kerusakan atau kerugian yang terjadi.

Ketika perusahaan dihadapkan pada kasus yang bersifat skalanya biasa saja (konvensional), biasanya ditandai dengan :

  1. Peristiwanya mudah dikenali dan skalanya kecil
  2. Prosedur darurat didefiisikan dengan jelas
  3. Jumlah aktornya terbatas
  4. Organisasi yang terlibat saling mengenal satu sama lain
  5. Peran dan tanggung jawabnya jelas
  6. Sttruktur kekuasaanya atau wewenangnya disadari dengan jelas
  7. Situasi dirasa dapat diatasi
  8. Kerusakan atau gangguan dapat segera diatasi


         Sebuah krisis yang awalnya merupakan krisis yang merupakan gangguan berskala kecil dan bersifat konvensional dapat berubah menjadi krisis berskala besar disebabkan oleh sesuatu  yang telah menjadi  titik yang lemah yang terdapat dalam keseluruhan sistem. Krisis mendapat angin segar , yang selanjutnya krisis akan  berubah arah dan rebound/lahir kembali seperti topan. Mereka yang terlibatdalam krisis yang terkejut dan menyadari bahwa kecelakaan yang terjadi jauh lebih serius dari yang pernah terjadi di masa lalu, yang mana sebelumnya tidak menciptakan krisis semacam ini . Dimensi penuh dari gangguan yang berskala besar berasal dari keluasan dan kedalaman kekuatan  yang ikut  bermain . Jadi berkaitan erat dengan kekuatan rumit yang terlibat sehingga menjadi mustahil untuk mengatakan bahwa hasil dari suatu kejadian murni berasal dari konteksnya. Kecelakaan awal dapat diselesaikan dan diperoleh jalan keluar sesuai manual . Hal ini terutama terjadi ketika kebingungan yang dihasilkan mempengaruhi sistem regulasi dan kendala sosial. Selain itu, perubahan persepsi dan nilai berita tergantung pada saat ‘dibuat’ . Ini juga semakin mempersulit untuk memprediksi perubahan krisis yang mungkin terjadi. 

         Sementara itu kejadian dalam skala besar atau kejadian dalam skala dunia diantaranya ditandai dengan : Masalah dan konsekuensinya besar. Ini merupakan parameter utama yang paling jelas, dimana besanya masalah jauh lebih besar dari yang dibayangkan sebelumnya. Contohnya adalah kasus tylenol Johnson & Johnson yang mengakibatkan kematian sehingga mengharuskan perusahaan menarik sedikitnya 31 juta tablet dari pasaran. Atau tragedi Bopal (1984) yang mengakitkan ratusan orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka.

A. Tipe gangguan yang sangat mengguncang. Bentuk masalah adalah parameter kedua yang dapat terbagi dalam beberapa kategori diantaranya :

  1. Tipe gangguan yang belum terbayangkan sebelumnya. Misalnya krisis akibat produk farmasi ‘enterovioform’ yang mengakibatkan 1000 orang meninggal dan mengakibatkan kecacatan sebanyak 30 000 kasus di Jepang (Negrier, 1979)
  2. Gangguan yang menyerang pusat syarat vital. Misalnya bencana tsunami yang menghancurkan berbagai instalasi telekomunikasi dan komunikasi serta infrastruktur transportasi sehingga mempersulit proses evakuasi korban.
  3. Gangguan yang menyerang satu atau lebh jaringan vital. Misalnya krisis yang terjadi di Hinsdale, 1988. Krisis yang diawali dengan kebakaran yang terjadi di pusat pengendalian telpon mengakibatkan pemadaman jaringan Illinois Bell. Sejuta warga dan pelaku bisnis kehilangan data komunikasi. pemadaman ini sendiri berhasil membuat kota Chicago lumpuh total.
  4. Gangguan juga berkaitan dengan sejumlah kegagalan. Pada kasus kebakaran di atas, bisa jadi penyebanya adalah tidak berfungsinya sistem inventori komputer.
  5. Masalah yang ada berkaitan dengan sesuatu hal yang bersifat massive. Misalnya gempa bumi yang pernah terjadi di Aceh. Hal ini menimbulkan bermacam krisis. Selain korban jiwa, harta, dll yang demikian besar, juga bermacam masalah muncul.

B. Situasi yang sangat genting, yang menurun dengan cepat. Beberapa situasi tertentu harus ditangani dengan sangat mendesak.

C. Ada juga rantai peristiwa yang cenderung menjadi bola salju. Setiap keterlambatan menyebabkan hal yang lebih buruk, danini memperburuk masalah yang sedang belangsung, 

D. Keadaan darurat yang tidak berjalan sesuai dengan aturan. Misal Kontradiksi selama Kecelakaan Mississauga Rail dekat Toronto pada tahun 1979. Bagi sejumlah pihak berwenang, penting menyelang ke bawah gerbong untuk

E. Mencegah propana agar tidak meledak, namun bagi sejumlah pihak lain, hal itu tidak penting, karena hal ini bisa memecahkan lapisan es di dalam mobil klorin yang terbalik yang mana dapat mencegah gas cair dari penguapan. (Lihat Lagadec, 1983.)

F. Yang tidak diketahui: langkah di luar ketidakpastian. Dalam setiap situasi masalah, mereka yang terlibat umumnya tidak memiliki informasi dan pengetahuan. Tapi di sini, sekali lagi, hal-hal yang terjadi dalam suatu krisis seringkali melampaui batas-batas normal atau biasa. Tidak ada perkiraan cukup, tidak ada pengukuran perangkat, dan ada dasar (baik fisik, toksikologi, epidemiologi, atau lainnya) untuk menafsirkan apa yang diketahui, apakah masalah adalah penyebab atau efek langsung atau jangka panjang. Dan tidak ada yang tahu bagaimana untuk mengetahui. Misalnya sebuah kecelakaan pesawat yang berkaitan dengan sebuah model dengan tahun waktu penerbangan. Masalah menjadi jauh lebih sensitif jika tidak ada pengalaman seperti di lapangan (misalnya kecelakaan yang sulit dijelaskan yang mana melibatkan jenis baru pesawat).

G. Selain darurat: masalah melebihi waktu. Waktu-dimensi penting dalam krisis segera menjadi parameter yang membingungkan, karena beberapa alasan:

H. Durasi. Berapa lama kejadian pemicunya, fase kritis akut , atau after effect/efek yang muncul selanjutnya? Orang, mekanisme, dan organisasi yang saling berkaitan karena durasi yang panjang. Ancaman efek abadi, dan bahkan lebih buruk, efek yang tertunda, pasca-kecelakaan. Misalnya,  pasca kecelakaan kebocoran reaktor nuklir Cernobyl. Ada kebutuhan yang tak terelakkan guna memperluas zona kontaminasi sekitar Chernobyl. Hal ini tentu bukan masalah yang mudah. Terlebih radiasi Cernobil telah menjangkau pemukiman yang padat penduduk. Contoh lainnya adalah Kecelakaan pesawat di Gander, Newfoundland, 12 Desember 1985. Pada awalnya, masalahnya adalah penanganan bencana udara konvensional. Keesokan harinya, bukan Cuma masalah awal tersebut, malahan telah menjadi masalah penanganan kontaminasi persediaan air untuk kota di dekatnya, sebagai akibat dari  usaha usaha yang dilakukan pemadam kebakaran.

I. Semakin banyak otoritas yang terlibat. Ini mungkin salah satu parameter yang paling mencolok. Dalamn gangguan yang bersifat  konvensional , hanya beberapa instansi khusus yang diperlukan untuk terlibat. Di sini, sejumlah besar lembaga harus terlibat. Misalnya Krisis kecelakaan pesawat di Gander yang melibatkan 65 instansi, dan semua penting. Jumlah yang sama dengan yang diperlukan selama kebakaran di sebuah situs penyimpanan ban di Kanada pada tahun 1990.

J. Masalah komunikasi Kritis. Krisis menyajikan empat tantangan langsung: berkomunikasi dalam masing-masing organisasi, antara aktor yang terlibat, dengan media, dan dengan publik yang bersangkutan. 

K. Taruhan yang besar. Masalah dalam krisis bukanlah semata untuk mengganti produk yang terlanjur dibeli oleh, atau mendesain ulang perusahaan tertentu atau produk tertentu. Taruhannya sangat tinggi untuk banyak individu dan berbagai organisasi,

L. dan berpotensi membawa dampak bagi perekonomian seluruh negara. Sebagai akibatnya, solusi radikal yang biasanya paling dapat diterima.

M. Sebuah kejadian ditentukan oleh bagaimana hal itu dirasakan.  Dalam hal ini Persepsi subyektif menjadi realitas obyektif. Bagian ini menggambarkan fitur intrinsik dari sebuah peristiwa besar. Dalam prakteknya, sebuah peristiwa besar hanya membutuhkan sentuhan pada bidang gambar sangat sensitif (misalnya tenaga nuklir, bioteknologi) untuk membuat batas antara fakta dan kekaburan persepsi. 



         Contoh kasus yang menarik adalah ketika terjadi krisis Dilli pada 12 November 1991, dimana Pemerintah Indonesia segera melakukan langkah isolasi untuk mencegah tindakan tindakan internasional seperti yang menimpa China sehubungan dengan kasus Tiananmen. Sebelum KPN (Komisi Penyelidik Nasional) melaporkan hasil hasil penyelidikannya, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah langkah, seperti menarik Batalion 303. Penarikan Batalion 303 ini dilakukan empat (4) bulan sebelum jadwal penarikan resminya (Tempo, 1991, hal 26) dan memberi informasi kepada negara negara lain. Tujuannya adalah agar masing masing pihak menahan diri sampai diterimanya laporan KPN.

         Kasus lain adalah ketika Shell tertimpa krisis akibat dugaan pencemaran minyak pada tahun 1995 (http://www.smh.com.au/world/the-full-gamut-of-crisis-limitation-20101112-17r8b.html ). Sejumlah aktivist lingkungan Inggris mengutuk rencana untuk membuang platform minyak Spar Brent raksasa di Laut Utara. Namun ancaman yang lebih besar terhadap Shell muncul dari Delta Niger di mana penulis dan aktivis Ogoni Ken Saro - Wiwa , dengan pemimpin suku lainnya, menantang perusahaan untuk membersihkan polusi dari sumur dan berbagi lebih banyak lagi pendapatan dengan warga miskin .

         Pada bulan Juni 1995, perusahaan telah diusir dari delta setelah pemberontakan damai . Selain itu Shell juga menangkis tuduhan telah berkolusi dengan militer dalam serangkaian pembantaian dan pelanggaran HAM.

         Situasi buruk bagi Shell berubah semakin buruk ketika pada November 1995 Saro - Wiwa dan delapan Ogoni lainnya dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pembunuhan oleh pengadilan militer . Segera setelah itu, mereka digantung . Selanjutnya  muncul rumor bahwa Shell tidak mencoba untuk memohon pengampunan, dan  mengatakan bahwa masalah hukuman mati tersebut adalah masalah negara.

         Kemarahan lantas menyebar ke seluruh dunia yang mengakibatkan munculnya sejumlah demonstrasi. Sementara Nigeria diskors dari Persemakmuran dan boikot internasional terhadap produknya sehingga hal tersebut merugikan negara secara finansial. Sementara di sisi lain reputasi Shell untuk kejujuran dan integritas berada di krisis pada saat sejumlah besar aktivis di Eropa menyerang Shell . Selanjuntnya hal muncul berbagai  pertanyaan yang diajukan dalam parlemen di seluruh dunia berkaitan dengan tindakan Shell.

         Krisis yang terjadi di Shell merupakan salah satu bentuk kegagalan dalam mengisolasi krisis. Beruntung, Shell segera merespon dengan beralih ke usaha pembatasan krisis agar tak semakin parah , dengan menjanjikan penyelidikan , menawarkan uang untuk membangun kembali sekolah-sekolah dan rumah sakit Ogoni dan untuk membersihkan polusi . Dalam waktu dua tahun itu mere-brand kembali dirinya sendiri dengan'' nilai-nilai baru dari kejujuran, integritas , menghormati orang , serta ... pembangunan berkelanjutan dan hak asasi manusia '' .

         Shell sendiri tidak pernah mengaku bersalah atas apa yang terjadi di delta tetapi mempertahankan bahwa secara teknis , hukum dan etis itu telah bertindak dengan benar . sementara kasus ini juga tidak pernah mucul ke pengadilan di New York karena perusahaan setuju untuk penyelesaian $ US15.5 juta . Sekali lagi , Shwll menyangkal tanggung jawab atas kematian , yang menyatakan bahwa pembayaran tersebut merupakan bagian dari rekonsiliasi proses

         Selain untuk membatasi agar krisis tidak semakin luas, pengisolasian krisis juga memberikan kesempatan lebih besar bagi  manajemen untuk lebih memfokuskan pada kasus yang sedang dihadapi. Menangani krisis menuntut waktu, tenaga, dan pikiran yang amat besar. Krisis, walaupun melanda perusahaan, tetapi individu di dalam perusahaan lah yang menghadapinya. Bagaimanapun menghadapi krisis perlu adanya persiapan mental dan fisik. Di saat krisis berada dalam masa akut, seringkali anggota tim harus bekerja keras, kurang tidur, dan dilanda stress yang amat sangat. Keadaan lelah, kurang tidur dan stress yang tinggi ini akan menyebabkan keputusan yang diambil dalam menangani krisis menjadi kurang didasari oleh logika yang tepat. Selain itu, krisis yang berkepanjangan juga membawa dampak tidak sehat terhadap aktivitas perusahaan. Sebagai contoh, karyawan pun juga bekerja dalam situasi yang kurang nyaman jika krisis semakin akut dan pada akhirnya dapat berakibat pada produktvitas perusahaan.

 

 

 

 

 


Daftar Pustaka

Bhasin, Kim, 9 PR fiascos that were handled briliantly by management, http://ww. Businessinsider.com/pr-disaster-crisis-management-2011-5?=1#xzz2hP1wk0k

Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti, 2003.

Lukaszewski, James E., SEVEN DIMENSIONS OF CRISIS COMMUNICATION MANAGEMENT: A STRATEGIC ANALYSIS AND PLANNING MODEL© APR, Fellow PRSA As Published in Ragan's Communications Journal, January/February 1999 Copyright © 1998, James E. Lukaszewski. All rights reserved

Putra, I Gusti Ngurah. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999.

Regester, Michael, Judy Larkin. Risk Issues and Crisis Management in Public Relations. New Delhi: Crest Publishing House, 2003.

Ruslan, Rosady, SH, MBA. Seri-1: Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, Juni 1999.

Ruslan, Rosady. 2008. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada




Komentar