Informasi Investor Relation

 

 

MODUL PERKULIAHAN

 

 

 

 

Investor Relations

 

 

 

MODUL – INFORMASI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fakultas

Program Studi

Tatap Muka

Kode MK

Disusun Oleh

 

 

Ilmu Komunikasi

Public Relations

06

MK42028

A Judhie Setiawan, M.Si

 

 

 

Abstract

Kompetensi

 

 

Konsep dan Pemahaman Informasi berikut Kualitas Informasi
Konsep Materialitas
Pengungkapan dan Transparansi
Laporan Keuangan

 

 

 

 

 

 

Mahasiswa mampu memahami konsep Informasi, Kualitas Informasi, Materialitas, Laporan keuangan danfull-disclosure.

 

 

 

Modul Informasi

Informasi mempunyai manfaat dan peranan yang sangat dominan dalam suatu organisasi/perusahaan. Sehingga bisa dibilang bahwa informasi merupakan sebuah keterangan yang bermanfaat untuk para pengambil keputusan dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan sebelumnya.

GORDON B. DAVIS

Informasi adalah data yang telah diproses/diolah ke dalam bentuk yang sangat berarti untuk penerimanya dan merupakan nilai yang sesungguhnya atau dipahami dalam tindakan atau keputusan yang sekarang atau nantinya

ROBERT G. MURDICK

Informasi terdiri atas data yang telah didapatkan, diolah/diproses, atau sebaliknya yang digunakan untuk tujuan penjelasan/penerangan, uraian, atau sebagai sebuah dasar untuk pembuatan ramalan atau pembuatan keputusan

DAVIS

Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendatang.

KUALITAS INFORMASI

1. Akurat (accurate)

Informasi harus bebas dari kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan. Akurat juga berarti bahwa informasi harus mencerminkan maksudnya. 

2. Tepat waktu (timelines

informasi yang sampai kepada sipenerima tidak boleh terlambat. Informasi yang sudah using tidak akan mempunyai nilai lagi, karena informasi merupakan landasan di dalam pengambilan keputusan.

3. Relevan (relevance

Informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya.  Relevansi informasi untuk setiap orang berbeda.

Informasi merupakan produk dari komunikasi, tentunya semua orang sebagai penikmat hasil dari komunikasi menghendaki  informasi yang berkualitas sehingga akan memperoleh feedback yang positif dari sebuah komunikasi. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana agar kualitas informasi dapat tercapai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada 3 hal pokok  yang dapat mempengaruhi tingkat kualitas informasi :

1.      Relevansi (Relevancy)

Informasi dikatakan berkualitas jika relevan bagi pemakainya. Pengukuran nilai relevansi, akan terlihat dari jawaban atas pertanyaan “how is the message used for problem solving (decision making)?” Informasi akan relevan jika memberikan manfaat  bagi pemakainya. Relevansi informasi untuk tiap-tiap orang  satu dengan lainnya berbeda beda. Misalnya : informasi tentang hasil penjualan barang mingguan kurang relevan jika ditujukan pada manajer tehnik, tetapi akan sangat relevan jika disampaikan pada manajer pemasaran.

2.      Akurasi (Accuracy)

Sebuah informasi dapat dikatakan akurat jika informasi tersebut tidak bias atau menyesatkan, bebas dari kesalahan-kesalahan dan harus jelas mencerminkan maksudnya. Ketidakakuratan sebuah informasi  dapat terjadi karena sumber informasi atau Data mengalami gangguan atau kesengajaan sehingga merusak atau merubah data-data asli tersebut.

Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap keakuratan sebuah informasi antara lain adalah:

Kelengkapan (completeness) informasi Informasi yang komplit atau lengkap, berarti informasi yang dihasilkan atau dibutuhkan harus memiliki kelengkapan yang baik, karena bila informasi yang dihasilkan sebagian-sebagian tentunya akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan atau menentukan tindakan secara keseluruhan, sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuannya untuk mengontrol atau memecahkan suatu masalah dengan baik.
Kebenaran (correctness) informasi. Informasi yang dihasilkan oleh  proses pengolahan data, haruslah benar sesuai dengan perhitungan-perhitungan yang ada dalam proses tersebut. Sebagai contoh, jika sebuah informasi menunjukkan total nilai gaji yang harus dibayarkan pada seorang pegawai, maka informasi tersebut haruslah sudah benar dan memuat perhitungan-perhitungan matematis yang ada di dalam prosesnya seperti perhitungan tunjangan, perhitungan potongan dan sebagainya.
Keamanan (security) informasi. Keamanan sebuah informasi, tergambar dari jawaban atas pertanyaan”Did the message reach all or only the intended systems users?”

3.      Tepat Waktu (timeliness)

Bahwa informasi yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan data, datangnya tidak boleh terlambat (usang). Informasi yang terlambat tidak akan mempunyai nilai yang baik, sehingga kalau digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dapat menimbulkan kesalahan dalam tindakan yang akan diambil. Kebutuhan  akan tepat waktunya sebuah informasi  itulah yang pada akhirnya akan menyebabkan mahalnya nilai suatu informasi. Hal itu dapat dipahami karena kecepatan untuk mendapatkan, mengolah dan mengirimkan informasi tersebut memerlukan bantuan sebuah tehnologi terbaru.

 

MATERIALITAS DAN TRANSAKSI MATERIAL

Dalam dunia bisnis, seringkali terjadi transaksi yang bersifat material. Hanya saja, seringkali kita hanya dapat menyebut kata ’’material’’ tanpa mengetahui apalagi memahami makna yang terkandung di dalamnya.


Apa indikatornya sehingga sebuah transaksi bisnis dapat dikategorikan sebagai transaksi material? Apakah ukuran materialitas itu sama antara perusahaan yang satu dengan yang lain, antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain, antara saat ini dengan masa lalu atau masa datang? Apakah batasan materialitas itu juga dibatasi oleh ruang dan waktu?


Pertanyaan tersebut sifatnya sangat mendasar. Bagi seseorang yang kaya raya, misalnya dengan nilai kekayaan mencapai Rp100 miliar, menderita kerugian sebesar Rp1 miliar bisa jadi tidak ada apa-apanya alias tidak material mengingat kekayaannya masih sebesar Rp99 miliar. Bandingkan dengan Si Budi yang kekayaannya hanya mencapai Rp100 juta dan bisnisnya mengalami kerugian sebesar Rp50 juta, kerugian sebesar Rp50 juta itu bagi Si Budi adalah pengalaman yang sangat pahit, sangat bersifat material karena kerugian itu telah menguras separuh nilai kekayaannya.

 

Ilustrasi di atas akan mengantarkan pada pemahaman tentang materialitas tadi. Materialitas tidak bersifat absolut, melainkan relatif. Meski begitu, materialitas semestinya memang harus memiliki ukuran yang jelas dan pasti. Dasar perhitungan parameternya juga harus jelas untuk semua perusahaan, apapun sektor usahanya dan seberapa punsize dari perusahaan tersebut. Dengan begitu kata material bisa lebih objektif, bukan subjektif.


Dalam peraturan pasar modal, transaksi material ini mendapatkan perhatian khusus dari regulator, yaitu Bapepam-LK. Transaksi yang bersifat material dituangkan ke dalam peraturan No: IX.E.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK No: Kep-614/BL/2011 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa yang termasuk dalam kategori transaksi material adalah transaksi penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu; pembelian, penjualan, pengalihan, tukar-menukar aset atau segmen usaha; sewa-menyewa aset; pinjam-meminjam dana; penjaminan aset; dan/atau pemberian jaminan perusahaan dengan nilai 20 persen atau lebih dari ekuitas perusahaan, yang dilakukan dalam satu kali atau dalam suatu rangkaian transaksi untuk suatu tujuan atau kegiatan tertentu.


Sebagai contoh, PT ABC memiliki ekuitas sebesar Rp500 miliar. Untuk kebutuhan ekspansinya, manajemen PT ABC memutuskan untuk melakukan pinjaman ke bank sebesar Rp125 miliar. Tentu saja, jaminannya adalah aset perseroan. Dalam hal ini, transaksi antara PT ABC dengan pihak perbankan tadi bersifat material karena nilai pinjaman mencapai lebih dari 20 persen dari nilai ekuitas PT ABC.  Karena sifatnya material, maka untuk melakukan pinjaman tadi PT ABC harus mengikuti Peraturan Bapepam-LK tersebut.


Transaksi material itu dihitung berdasarkan laporan keuangan tahunan yang diaudit; atau laporan keuangan tengah tahunan yang disertai laporan akuntan dalam rangka penelaahan terbatas minimal untuk akun ekuitas. Selain itu, bisa juga dasar perhitungannya berupa laporan keuangan interim yang diaudit selain laporan keuangan interim tengah tahunan, dalam hal perusahaan mempunyai laporan keuangan interim, tergantung mana yang lebih dahulu terbit.


Perusahaan yang melakukan transaksi material dengan nilai transaksi 20 persen sampai dengan 50 persen dari ekuitas perusahaan tidak diwajibkan untuk memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), namun wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:


1. Mengumumkan informasi mengenai transaksi material kepada masyarakat melalui paling sedikit satu surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional dan menyampaikan dokumen pendukungnya kepada Bapepam-LK paling lambat dua hari kerja setelah tanggal ditandatanganinya perjanjian Transaksi Material;


2. Informasi sebagaimana dimaksud dalam butir (1) mencakup: (a) uraian mengenai transaksi material yang dilakukan, paling sedikit meliputi objek transaksi, nilai transaksi, dan pihak-pihak yang melakukan transaksi (nama, alamat, telepon, faksimili, pengurusan, dan pengawasan); (b) penjelasan, pertimbangan, dan alasan dilakukannya transaksi material serta pengaruh transaksi tersebut pada kondisi keuangan perusahaan; (c) ringkasan laporan penilai.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menerbitkanroadmap Good Corporate Governance (GCG)  Emiten. OJK berjanji untuk menyosialisasikan kepada emiten dan calon emiten agar acuan GCG tersebut menjadi standar baku dalam memenuhi kebutuhan publik tentang keterbukaan informasi. Selanjutnya, OJK akan menyelaraskannya aturan tersebut dengan standar GCG tingkat ASEAN dalam rangka menyongsong era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).


Upaya OJK mendorong penerapan standar baru GCG berkaitan dengan upaya membangun basis pemodal lokal. Asumsinya, semakin peduli emiten terhadap GCG, semakin besar pula minat masyarakat untuk masuk pasar saham. Dengan demikian, kehadiran standar baru GCG diharapkan mendukung gerakan membangun basis pemodal lokal yang juga telah menjadi komitmen dan upaya keras Bursa Efek Indonesia (BEI) selama ini. Dengan basis investor ritel yang makin kuat, maka pasar saham Indonesia tidak mudah terguncang.


Seiring penerapan GCG yang bermutu tinggi, investor asing yang berinvestasi di Indonesia melihat komitmen pasar modal Indonesia untuk terus berbenah. Dengan demikian, kepercayaan untuk berinvestasi jangka panjang di Indonesia ikut ditingkatkan. OJK menetapkan tahun 2015 sebagai patokan penerapan aturan GCG tersebut sehingga saatASEAN Economic Community mulai diterapkan, kemampuan emiten Indonesia semakin kompetitif. Seiring berjalannya waktu, OJK berharap emiten Indonesia bisa sejajar dengan emiten-emiten yang ada di level ASEAN. 


Masih dalam kaitan dengan mendorong kehadiran investor lokal, OJK berjanji untuk terus melengkapi infrastruktur penunjang. Dengan demikian, peran investor ritel di pasar modal Indonesia semakin hari semakin meningkat. Bagaimana pun kehadiran makin banyak infrastruktur penunjang, termasuk GCG, masyarakat makin mudah mengakses pasar modal. Dalam upaya mendorong kehadiran pemodal lokal di pasar modal Indonesia, OJK juga bekerjasama dengan BEI meningkatkan kegiatan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi mengenai pasar modal diharapkan dapat meningkatkan literasi masyarakat di bidang pasar modal sehingga masyarakat semakin memahami pasar modal.


Dalam rangka menyukseskan penerapan cetak biru tersebut, OJK telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance Task Force). Tim ini secara khusus bertugas mengembangkan Corporate Governance Road Map, bekerjasama dengan International Financial Corporation (IFC). Pihak-pihak terkait dari sisi regulator yang dilibatkan meliputi  Bank Indonesia, Kementerian BUMN, Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Ikatan Akuntan Indonesia, dan Bursa Efek Indonesia. OJK juga melibatkan Komite Nasional Kebijakan Governance, Indonesian Institute for Corporate Directorship, Indonesia Institute for Corporate Governance, dan Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia.

Saat ini, di Indonesia sudah terbentuk pengawasan terintegrasi  antar lembaga jasa keuangan (LJK) dalam sektor keuangan. Lembaga tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan pengawas pasar modal, perbankan, dan lembaga keuangan non-bank mulai efektif beroperasi pada 1 Januari 2014. OJK bertugas mengawasi industri perbankan, pasar modal (perusahaan tercatat atau emiten, perusahaan sekuritas, manajer investasi), asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, pegadaian, Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) hingga lembaga keuangan mikro.

 
OJK diharapkan dapat melakukan pengawasan terhadap lembaga-lembaga keuangan yang saling memiliki keterkaitan secara efektif. Misalnya, produk-produk pasar modal yang ditawarkan melalui perbankan. Atau juga pengawasan grup usaha yang berstatus emiten, dan memiliki anak usaha bank, asuransi serta lembaga jasa keuangan lainnya.


Bila melihat kembali pada fungsi dan tugasnya, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan  dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pengawasan terintegrasi ini juga berlaku untuk konglomerasi keuangan. Yang dimaksud konglomerasi adalah induk usaha yang didalamnya terdapat anak-anak usaha di bidang jasa keuangan. Sehingga, OJK memiliki wewenang untuk mengawasi aktivitas induk usaha konglomerasi ini.

Dengan adanya pengawasan terintegrasi, risiko yang signifikan muncul di sektor jasa keuangan dapat terdeteksi secara dini, sehingga tindakan pengawasan yang diambil, dapat sesuai dan tepat waktu. Ada tiga level pengawasan yang dilakukan OJK. Level pertama adalah pengawasan terhadap lembaga keuangan secara individual (solo basis). Level kedua merupakan pengawasan konsolidasi bersifat dowstream atau pengawasan terhadap lembaga keuangan dan perusahaan anak di bidang keuangan. Level ketiga adalah pengawasan konsolidasi bersifatdownstream dan upstream atau berupa pengawasan konsolidasi terhadap konglomerasi keuangan.

 
Pengawasan terintegrasi ini melalui sejumlah tahapan yaitu, pemahaman terhadap konglomerasi keuangan, penilaian risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan, perencanaan pengawasan, koordinasi pemeriksaan, pengkinian profil risiko dan tingkat kondisi konglomerasi keuangan, serta tindakan pengawasan dan pemantauan.

 

INFORMASI ORANG DALAM

Yang dimaksud informasi orang dalam adalah informasi material yang “belum” tersedia untuk umum, sedangkan yang dimaksud orang dalam berdasarkan UU Pasar Modal adalah:

a)
Komisaris, Direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik;
b)
Pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik;
c)
Orang perseorangan yang karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam;
d)
Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), huruf (b), atau huruf (c) di atas.

Bagi perusahaan yang telah go-public, ketepatan waktu penyampaian informasi material adalah dengan prioritas yang ditujukan kepada Bapepam dan Bursa Efek, karena pada dasarnya telah dianggap tersedia untuk umum sebagaimana dinyatakan dalam pasal 89 UU Pasar Modal. Sebaliknya, informasi yang belum disampaikan oleh setiap pihak kepada Bapepam dan Bursa Efek wajib dijaga kerahasiannya karena dapat dianggap belum tersedia untuk umum atau masih merupakan informasi orang dalam.

Jika informasi material mengenai perusahaan jatuh ke pihak tertentu atau beredar terlebih dahulu di pasar atau menjadi rumor yang menimbulkan gejolak harga atau volume transaksi yang bersangkutan di pasar modal maka emiten atau perusahaan publik mempunyai kewajiban untuk segera memberikan klarifikasi kepada Bapepam dan Bursa Efek. Informasi orang dalam yang bersifat sensitif biasanya berkenaan dengan rencana akan dilakukannya suatucorporate actions, seperti rencana pembayaran dividen interim, rencana pembagian dividen bonus, rencanamerger/akuisisi, rencana penggantian direksi di luar RUPS tahunan, dan informasi material lain-lain yang belum dilaporkan kepada Bapepam dan Bursa Efek.

 

Daftar Pustaka

1.
Bragg, Steven M., 2010. Running an Effective Investor Relations Department: A Comprehensive Guide. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
2.
Guimard, Anne, 2008. Investor Relations: Principles and International Best Practices of Financial Communications. New York: Palgrave Macmillan.
3.
Kretarto, Agus, 2001. Investor Relations : Pemasaran dan Komunikasi Keuangan Perusahaan Berbasis Kepatuhan. Grafiti Pers.
4.
Theaker, Alison. 2006. The Public Relations handbook, 2nd edition. Great Britain: MPG Books Ltd.
5.
Bahan-bahan lain mengenai perusahaan publik dan produk-produk sekuritas di pasar modal.

‘13

41

Investor Relations

Pusat Bahan Ajar dan eLearning

 

 

A Judhie Setiawan, M.Si

http://www.mercubuana.ac.id

 

Komentar