Konsep Diri

 

 

MODUL PERKULIAHAN

 

 

 

PSIKOLOGI KOMUNIKASI

 

 

KONSEP DIRI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fakultas

Program Studi

Tatap Muka

Kode MK

Disusun Oleh

 

 

Ilmu Komunikasi

Public Relations

13

MK85006

Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom.

 

 

 

Abstract

Kompetensi

 

 

Pokok bahasan dalam modul Konsep Diri:Pengertian Konsep DiriProses Terbentuknya Konsep Diri dan Presentasi Tentang Konsep Diri Masing-Masing Mahasiswa

 

 

 

 

 

Mampu membuat konsep diri yang positif, dan Mampu menjelaskan konsep diri

Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, social, dan fisis. Bayangkan anda mengajukan pertanyaan – pertanyaan ini pada diri anda sendiri:

1

2

3

1.
Bagaimana watak saya sebenarnya?
2.
Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
3.
Apa yang sangat mencemaskan saya?
1.
Bagaimana orang lain memandang saya?
2.
Apakah mereka menghargai atau merendahkan saya?
3.
Apakah mereka membenci atau menyukai saya?
1.
Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya?
2.
Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
3.
Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

Jawaban pada tiga pertanyaan pertama menunjukan persepsi psikologis tentang diri anda

Jawaban pada tiga pertanyaan kedua persepsi social tentang diri Anda

Jawaban pada tiga pertanyaan terakhir, persepsi fisis tentang diri Anda

 

Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian Anda tentang diri Anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda.

Proses Terbentuknya Konsep Diri

Pada dasarnya kita tidak hanya menanggapi orang lain; kita juga mempersepsi diri kita. Diri kita bukan lagi persona penangkap; tetapi persona stimuli sekaligus. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Charles Horton Cooley menyatakan bahwa kita melakkukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain; dalam benak kita, ini dapat disebut sebagai gejala looking glass self (diri cermin); seakan kita menaruh cermin di depan kita. Berikut adalah proses terbentuknya konsep diri yaitu:

1.
Kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya: kita merasa wajah kita jelek.
2.
Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Misalnya: kita pikir mereka menganggap kita tidak menarik.
3.
Kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu.

Intinya, dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Inilah yang disebut dengan konsep diri.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

1.
Orang Lain.

Gabriel Marce menjelaskan bahwa “Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana Anda menilai diri saya, akan membentuk konsep diri saya.

Kemudia tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang orang yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead menyebut mereka significant others – orang lain yang sangat penting. Mereka adalah orang tua kita, saudara- saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita (mempunyai ikatan emosional).Dari merekalah, secara perlahan lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan kita menilai diri kita secara positif.

Dalam perkembangannya, significant others meliputi semua orang yang memengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional. Orang – orang ini boleh jadi masih hidup atau sudah mati. Di situ Anda mungkin memasukan idola Anda – bintang film, pahlawan kemerdekaan, tokoh sejarah atau… orang yang Anda cintai diam-diam. Ketika kita tumbuh dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita.

Jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.

Dalam perkembangannya, significant othersmeliputi semua orang yang memengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional. Orang–orang ini boleh jadi masih hidup atau sudah mati. Di situ Anda mungkin memasukan idola Anda bintang film, pahlawan kemerdekaan, tokoh sejarah atau… orang yang Anda cintai diam-diam.

 

2.
Kelompok Rujukan ( Reference Group).

Dalam pergaulan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok: RT, Persatuan Bulutangkis, Ikatan Warga Bojongkaso, atau Ikatan Sarjana Komunikasi. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan cirri-ciri kelompoknya. Kalau Anda memilih kelompok rujukan Anda Ikatan Dokter Indonesia, Anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai ukuran perilaku Anda. Anda juga merasa diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan seluruh sifat-sifat dokter menurut persepsi anda.

Pengaruh Konsep Diri pada Komunikasi Interpersonal

1.
Nubuat  yang Dipenuhi Sendiri.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa menganggap dirinya sebagaiorang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari kuliah dengan sungguh- sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. Jika ia merasa rendah diri, ia akan mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada orang-orang yang dihormatinya, tidak mampu berbicara dihadapan umum, atau ragu-ragu menuliskan pemikirannya dalam media massa. Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsepdiri Anda; positif atau negatif. Sebagai peminat komunikasi, sebaiknya kita mampu mengidentifikasi tanda-tanda konsep diri yang positif dan negatif. Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif.

Kosep Diri Negatif

Kosep Diri Positif

1.
Ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam.
2.
Responsive sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya saat menerima pujian
3.
Cenderung merasa tidak disenangi prang lain. Ia merasa tidak diperhatikan.
4.
Pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persainganya.
1.
Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah;
2.
ia merasa setara dengan orang lain;
3.
ia menerima pujian tanpa rasa malu;
4.
ia menyadari, bahwa  setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;
5.
ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

 

 

Dalam kenyataan, memang tidak ada orang yang betul-betul sepenuhnya berkonsep diri negatif atau positif, tetapi untuk efektivitas komunikasi interpersonal, sedapat mungkin kita memeroleh sebanyak mungkin tanda-tanda konsep diri positif. D.E. Hamachek menyebutkan sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif:

1.
Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Akan tetapi, dia juga merasa dirinya cukup tagguhuntuk mengubah prinsip prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
2.
Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3.
Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
4.
Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
5.
Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
6.
Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang pilih sebagai sahabatnya.
7.
Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.
8.
Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
9.
Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula
10.
Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11.
Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain (Brooks dan Emmert, 1976:56).
2.
Membuka Diri.

Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain. Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan Johari Window. Dalam johari window diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri kita. Untuk membuat Johari Window, gambarlah segi empat dengan garis tengah yang membelah jendela itu menjadi dua bagian. Sebelah atas jendela menunjukkan aspek diri kita yang diketahui orang lain – public self. Sebelah bawah adalah aspek diri yang tidak diketahui orang lain – private self.

Publik

( diketahui orang lain)

Privat

(tidak diketahui orang lain)

 

Bila jendela kita belah kebawah, sebelah kiri adalah aspek diri yang kita ketahui, dan sebelah kanan adalah aspek diri yang tidak kita ketahui.

Diri yang kita ketahui

Diri yang tidak kita ketahui

 

Bila kedua jendela ini degabung, kita membuat Johari Window yang lengkap. Masukkanlah ke dalam kamar-kamar jendela itu konsep-konsep “terbuka” (open), “buta” (blind), “tersembunyi” (hidden), “tidak dikenal” (unknown).

kita     tidak kita
Terbuka
Buta
Tersembunyi
Tidak dikenal

Ketahui      ketahui

Publik

Privat

 

Kamar pertama disebut daerah terbuka (open area), meliputi perilaku dan motivasi yang kita ketahui dan diketahui orang lain. Pada daerah kita sering melakukan pengelolaan kesan yang sudah kita bicarakan, kita berusaha menampilkan diri kita dalam bentuk topeng. Anda benci kepada atasan Anda, tetapi Anda berusaha menunjukkan sikap ramah kepadanya. Ketika ia meminta maaf telah menyinggung Anda, Anda menjawab, “Aah, tidak ada apa-apa kok, Pak!” Gejolak hati Anda, kejengkelan Anda pada dia, diri yang ada tutup-tutupi, adalah daerah tersembunyi (hidden area).Seringkali kita menjadi terbiasa menggunakan topeng, sehingga kita sendiri tidak menyadarinya. Orang lain sebaliknya mengetahui. Orang yang rendah diri berusaha jual tampang, meyakinkan orang lain tentang keunggulan dirinya, dan merendahkan orang lain. Ia tidak menyadarinya, tapi orang mengetahuinya. Ini termasuk daerah buta(blind area). Tentu ada diri kita yang sebenarnya, yang hanya Allah yang tahu. Ini daerah tidak dikenal(unknown area). Makin luas diri publik kita, makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab hubungan kita dengan orang lain. Pengertan yang sama tentang lambang-lambang, persepsi yang cermat tentang petunjuk-petunjuk verbal dan nonverbal, pendeknya komunikasi interpersonal yang efektif, terjadi pada daerah publik. Makin baik Anda mengetahui seseorang, makin akrab hubungan Anda dengan dia, makin lebar daerah terbuka jendela Anda.

 

 

3.
Percaya diri (Self Confidence).

Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif, timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain akan mengejek atau menyalahkannya. Dalam diskusi, ia akan lebih banyak diam. Dalam pidato, ia akan berbicara terpatah-patah. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensip dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Bila kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab berbicara yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain, dan dia akan dituntut berbicara lagi.

4.
Selektivitas.

“Konsep diri memengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa Anda bersedia membuka diri, bagaimana kita memersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat,”.Dengan singkat, konsep diri menyebabkan terpaan selektif (selective exposure), persepsi selektif(selective preception), dan ingatan selektif(selective attention).

Bila Anda merasa diri sebagai Muslim yang baik, Anda akan banyak menghadiri pengajian, atau membeli buku-buku agama. Bila Anda merasa sebagai pemeluk Katholik yang taat, tentu Anda akan rajin ke gereja, mendengarkan khotbah keagamaan, dan membeli buku buku Katholik.Kemudian jika konsep diri Anda negatif, Anda cenderung memersepsi hanya reaksi-reaksinyang negatif pada diri Anda. Bila Anda merasa diri sebagai orang bodoh, Anda tidak akan memerhatikan penghargaan orang pada karya-karya Anda.

Kita ingin menambahkan satu lagi: penyandian selektif (selective encoding). Penyandian adalah proses penyusunan lambang-lambang sebagai terjemahan dari apa yang ada dalam pikiran kita. Jika kita merasa diri sebagai seorang bangsawan, kita akan memilih kata-kata tertentu dan menghindari kata-kata yang lain. Kita akan menggunakan gerakan tangan, ungkapan wajah, atau posisi tubuh yang sesuai dengan martabat kita sebagai bangsawan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Rakhmat, Jalaludin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

 

 

13

Psikologi Komunikasi

Pusat Bahan Ajar dan eLearning

 

 

Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom

http://www.mercubuana.ac.id

 

Komentar