Psikologi Komunikator

 

 

 

MODUL PERKULIAHAN

 

 

 

PSIKOLOGI KOMUNIKASI

 

 

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fakultas

Program Studi

Tatap Muka

Kode MK

Disusun Oleh

 

 

Ilmu Komunikasi

Public Relations

11

MK85006

Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom.

 

 

 

Abstract

Kompetensi

 

 

Pokok bahasan dalam modul ini mencakup: Karakteristik KomunikatorHal Yang Mempengaruhi Persepsi Komunikan Dengan Komunikator

 

 

 

 

 

 

Mampu memahami dan menjelaskan daya tarik komunikator

Psikologi Komunikator

 

Ketika seorang komunikator berkomunikasi, yangberpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri. Ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Kadang-kadang siapa lebih penting dari apa.

Lebih dari 2000 tahun yang lau, Aristoteles menulis:Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraanya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain: ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya”. Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).

Hovland dan Wlater Weiss (1951) mengujinya melaluieksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom masih merupakan impian). Kepada sebagian orang, dinyatakan bahwa pesan itu ditulis oleh J. Robert Oppenheimer, sarjana fisika atom yang terkenal. Kepada orang lain disebutkan bahwa pesan itu ditulis Pravda, surat kabar Soviet yang terkenal karena ketidakjujurannya. Sebelum mebaca pernyataan itu, subjek diminta mengisi kuesioner yang mengidentifikasikan pendapat mereka tentang topik tersebut. Sesudah membaca pernyataan itu, mereka mengisi kuesioner lagi. Kebanyakan orang yang membaca pernyataan yang dihubungkan dengan Oppenheimer mengubah pendapatnya, yakni menyesuaikan dirinya dengan pendapat Oppenheimer. Sedikit sekali yang membaca “pernyataan” Pravda yang mengubah pendapatnya.

 

Ke satu: Hovland dan Weiss

Ke dua:

Hovland dan Weissmenyebut ethos inicredibility yang terdiri dari dua unsur:Expertise (keahlian) dan trustworhiness(dapat dipercaya). Nasihat dokter kita ikuti, karena dokter memiliki keahlian. Tetapi omongan pedagang yang memuji barangnya agak sukar kita percayai karena kita meragukan kejujurannya. Disini, pedagang tidak memiliki trustworhapiness.

McCroskey (1968): menyebutnyaauthoritativeness;

Markham (1968) menamainya faktorreliablelogical;

Berlo, Lemert dan Mertz (1966) menggunakan qualification. Untuktrustworthinees, peneliti lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative factor.

Disini tidak akan mempersoalkan mana istilah yang benar. Semua kita sebut saja kredibilitas. Tetapi kita tidak hanya melihat kredibilitas sebagai faktor yang mempengaruhi efektivitas sumber. Kita juga akan melihat dua unsur lainnya: atraksi komunikator (source attractiveness) dan kekuasaan (source power). Seluruhnya – kredibiltas, atraksi dan kekuasaan – kita sebut sebagai ethos (sebagai penghormatan pada Aristoteles, psikolog komunikasi yang pertama).

Dimensi-dimensi Ethos

Ethos merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, dimana didalamnya terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman (1975) pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal: internalisasi (internalization), identifikasi (identification), dan ketundukan (compliance).

Internalisasi (internalization) terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sitem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran atau anjuran orang lain, karena gagasan, pikiran, atau anjuran tersebut berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menujukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Kita menghentikan rokok atas saran dokter, karena kita ingin memelihara kesehatan kita atau karena merokok tidak sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut. Dimensi ethos yang paling elevan disini ialah kredibilitas – keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.

Indentifikasi (identification) terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peran orang lain. Ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, melakukan apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya. Identifikasi terjadi ketika anak berprilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak-tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya. Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (atractiveness) daya tarik komunikator.

Ketundukan (compliance) terjadi bila individu menerimapengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan. Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk Golkar karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan. Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan. Kredibilitas, atraksi dan kekuasaan akan kita perinci pada bagian berikutnya.

Kredibilitas

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikate; jadi tidak inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas.

Karena kredibilitas itu masalah persepsi, kredibiltas berubah bergantung pada pelaku persepsi (komunikate),topik yang dibahas, dan situasi. Anda mungkin memiliki kredibilitas dihadapan kawan-kawan anda. Tetapi tidak berarti apa-apa didepan Senat Guru Besar Universitas anda.

Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia berlakukan komunikasinya disebutprior ethosPrior ethos dapat diperoleh melalui bagaimana kita membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator atau dari pengalaman wakilan (vicarious experience); misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau mendengarnyadalam media massa (Ingat lagi, efek media massa dalam memberikan status). Boleh jadi kita membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan orang itu; kita meletakkannya dalam kategori pada skema kognitif kita. Anda akan tekun mendengarkan penceramah yang diperkenalkan sebagai Kiai Haji Doktor, karena gelar itu melahirkan persepsi tentang kelompok yang mendalami ilmu agamanya. Mungkin juga prior ethos terbentuk karena sponsor atau pihak-pihak yang mendukung komunikator.

Pada kesempatan lain, anda mungkin melihat seorang lelaki muda dengan rambut tidak begitu rapi, dan busana yang kurang baik tampil imimbar. Wajahnya masih kekanak-kanakan, celana jeans yang dipakainya kelihatan sobek kecil di dengkulnya. Pembawa acara memperkenalkan diri sebagai penceramah yang akan berbicara tentang agama, sains dan teknologi. Anda ragu, apakah mungkin orang semacam itu dapat berbicara topik seberat itu. Ia tidak memiliki prior ethos. Tetapi segera setelah ia bicara, Anda terpesona dengan pemilihan katanya, isi yang disampaikannya, dan kedalaman uraiannya. Perlahan-lahan anda mengaguminya dan mempercayai ucapannya. Orang itu sekarang memiliki apa yang disebut Kenneth E. Andersen sebagai intrinsic ethos.Intrinsic ethos dibentuk oleh topik yang dipilih, cara penyampaian, teknik-teknik pengembangan pokok bahasan, dan bahasa yang dipergunakan, serta organisasi pesan atau sistematika yang dipakai.

Dua komponen kredibilitas yang paling penting ialahkeahlian dan kepercayaanBerikut penjelasannya:

1.
Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Tentu sebaliknya, komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh.
2.
Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis? Atau apakah ia dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidak adil, dan tidak etis? Aristoteles menyebutnya “good moral character”. Quintillianus menulis, “A good man speaks well;” orang balk berbicara baik.

Koehier, Annatol, dan Applbaum (1978:144-147) menambahkan empat komponen lagi:

1.
Dinamisme. Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.
2.
SosiabilitasSosiabilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul.
3.
KooreientasiKoorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita
4.
Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda di sekitarnya. Tokoh-tokoh yang baik dan yang jelek memiliki karisma, bila ia memiliki pesona yang “gaib” terhadap pengikut-pengikutnya, pesona yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah. Kennedy, Gandhi, Ayatullah Khomeini, dan (mungkin juga) Soekarno dianggap sebagai tokoh yang memiliki karisma.

Atraksi (Attactiveness)

Atraksi interpersonal adalah ketertarikan yang terjadi di antara peserta komunikasi interpersonal. Semakin kita tertarik pada seseorang, makin besar pula kecenderungan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain. Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonaldiantaranya yaitu daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orang orang yang tampan atau cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dan kita. Sepintas kita juga sudah menyebut penelitian yang membuktikan bahwa orang cantik lebih besar kemungkinannya untuk menjadi komunikator yang efektif. Pada bagian ini, kita akan mengulang pengaruh faktor atraksi fisik dan kesamaan dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi, yakni mengubah sikap atau perilaku.

Shelly Chaiken (1979), psikolog dari University of Massachusets, menelaah pengaruh kecantikan komunikator terhadap persuasi dengan studi lapangan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik memiliki daya persuasif. Tetapi kita juga tertarik kepada seseorang karenamemiliki beberapa kesamaan antara dia dengan kita.Kemudian Everett M. Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi. Ia membedakan antara kondisihomophily dan heterophily. Kondisi homophily yaitukomunikator dan komunikate merasakan ada kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Kondisi heterophily yaitu terdapat perbedaanstatus social, ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikate. Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily dari pada kondisi heterophily.

Rogers membuktikan pengaruh faktor kesamaan ini dan penelitian penelitian sosiologis. Kemudian Stotland dan kawan-kawannya membuktikan pendapat Rogers bahwa orang mudah berempati dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka. Selain itu,kesamaan antara komunikator dan komunikate memudahkan terjadinya perubahan pendapat.

Karena itulah, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Kenneth Burke , ahli retorika, menyebut upaya seperti ini sebagai “strategy of identification”. Herbert W. Simons menamainya sebagai “establishing common grounds”. Kita dapat mempersamakan diri kita dengan komunikate dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan. Simons menyebut kesamaan ini sebagai kesamaan disposisional (dispositional similarity). Misalnya, petugas Keluarga Berencana (KB) dapat memulai kampanyenya dengan menegaskan bahwa ia seperti pendengar menginginkan kesejahteraan keluarga, masa depan yang cerah, atau kesempatan pendidikan bagi anak-anaknya. Bila ia berhadapan dengan kelompok agama, dan ia menyatakan agamanya sama dengan agama pendengar, berasal dan lingkungan sosial yang sama dengan pendengar, ia menggunakan kesamaan keanggotaan kelompok (membership group similarity).

Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan  komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif.

1.
Kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yakni, proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan gagasan. Bila pendidikan saya sama dengan Anda, Anda dengan mudah menangkap arti dan kata-kata dan kalimat-kalimat yang saya ucapkan. Kemudian Rogers dan Bhowmik menemukan bahwa interaksi heterofilis (di antara pihak-pihak yang berbeda) cenderung memerlukan usaha yang lebih berat, menimbulkan distorsi pesan, penyampaian yang terhambat, dan pembatasan pada saluran komunikasi.
2.
Kesamaan membantu nembangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduktif. Ini berarti bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, orang akan terpengaruh oleh komunikator. Bila saya menyampaikan faham sosialis, dan antara saya dan Anda ada kesamaan perhatian terhadap kelompok kecil, komunikasi saya dengan Anda akan efekiif. Tidak susah buat Anda mengikuti pendapat saya. Tetapi Anda sukar menerima gagasan saya itu, bila saya menegaskan kesamaan saya dengan Anda dalam sikap terhadap ilmu pengetahuan (kesamaan disposisional yang tidak relevan).
3.
Kesamaan menyehabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenclerung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena  tertarik pada komunikator, kita akan cenderung menerima gagasan-gagasannya.
4.
Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Bila sikap, kepercayaan, pengetahuan nilai-nilai, kesukaan Anda banyak yang sama dengan saya, saya akan hormat kepada Anda, saya akan percaya kepada Anda. Secara psikologis Anda memberikan validitas pada konsep diri yang saya miliki. Tidak percaya pada Anda berarti tidak percaya pada diri saya sendiri.

Dari penelitian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pada umumnya komunikator yang memiliki daya tarik akan lebih efektif daripada komunikator yang tidak menarik kecuali, bila orang yang tidak menarik itu mengemukakan argumen yang bertentangan dengan kepentingan dirinya (Sebetulnya, ia justru jadi menarik karenanya!)

Kekuasaan

Dalam kerangka teori Kelman, kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti kredibilitas dan atrasksi, ketundukan timbul dan interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berdasarkan sumber daya yang dimilikinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Raven mengklasifikasikan jenis kekuasaan menjadi lima:

1.
Kekuasaan Koersif (coersive power). Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan). Ketika seorang ibu mengatakan kepada anaknya, atau dosen memberikan tugas pada mahasiswanya.
2.
Kekuasaan Keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pendapatnya.
3.
Kekuasaan Informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komuniktor. Ahli komputer memiliki kekuasaan informasional ketika menyarankan kepada seorang pemimpin perusahaan untuk membeli komputer jenis tertentu.
4.
Kekuasaan Rujukan (referent power). Di sini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani. Seorang nabi dengan perilakunya yang menakjubkan  dapat menyebabkan pengikut-pengikutnya meniru tingkah lakunya.
5.
Kekuasaan Legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Rektor di Universitas, kepala seksi di kantor, komandan kompi di kalangan tentara, atau kiai di pesantren memiliki kekuasaan legal.

Penelitian psikologis tentang penggunaan kekuasaan menunjukkan bahwa orang memilih jenis kekuasaan yang dimilikinya tidak secara rasional. Orang menggunakan kekuasaan koersif sering hanya karena ingin memenuhi kepuasan diri atau menunjang harga diri. Berikut ini disampaikan berbagai hasil penelitian yang berkenaan dengan penggunaan kekuasaan dalam mempengaruhi perilaku orang lain:

1.
Komunikate akan lebih baik diyakinkan untuk melakukan perilaku yang tidak disukai dengan dijanjikan ganjaran daripada diancam dengan hukuman. Ancaman yang kuat bahkan dapat menimbulkan efek bumerang alih-alih tunduk malah melawan.
2.
Efektivitas ancaman dapat ditingkatkan bila komunikator memberikan alternatif perilaku ketundukan, sehingga komunikate masih dapat melakukan pilihan walaupun terbatas.
3.
Kekuasaan informasional sering kali digunakan bila komunikator memandang prestasi komunikate yang kurang baik disebabkan oleh kurangnya motivasi.
4.
Bila atasan melihat bahwa prestasi jelek bawahannya disebabkan kekurangankemampuannya, ia akan menggunakan kekuasaan keahlian.
5.
Kekuasaan koersif umumnya digunakan bila pemimpin (komunikator) menganggap komunikate tidak melakukan anjuran dengan baik karena ia bersikap negatif atau mempunyai kecenderungan melawan pemimpin.
6.
Kekuasaan koersif juga sering digunakan oleh komunikator yang kurang percaya pada diri sendiri, yang merasa tidak berdayaatau oleh orang-orang yang merasa tertekan, tertindas, dan teraniaya.

Tetapi apa pun jenis kekuasaan yang dipergunakan, ketundukan adalah pengaruh yang paling lemah dibandingkan dengan identifikasi dan internalisasi. Dengan begitu, kekuasaan sepatutnya digunakan setelah kredibilitas dan atraksi komunikator. Lagipula, komunikasi mungkin masih belum efektif, bila komunikator tidak memperhatikan pesan yang di sampaikannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Rakhmat, Jalaludin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

13

Psikologi Komunikasi

Pusat Bahan Ajar dan eLearning

 

 

Enjang Pera Irawan, S.Sos.,M.I.Kom

http://www.mercubuana.ac.id

 

Komentar